Ntvnews.id, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan membagikan kenangan yang tak ia lupakan bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Adapun kenangan tersebut terjadi di pintu belakang Istana Negara terkait larangan ekspor nikel sebagai awal pemerintah melakukan hilirisasi.
"Saya ingat di depan pintu masuk Istana di belakang bapak konfirm untuk kita membanned ekspor nikel dan itu merupakan tantangan karena kita kehilangan USD1,5 miliar," ucap Luhut dalam peresmian Pabrik Bahan Anoda Baterai Litium, Rabu (7/8/2024).
Baca juga: Luhut Ngaku Dipesani Jokowi soal Prabowo
Dengan keputusan yang diambil itu, menurutnya sekarang membuahkan hasil mulai dari Indonesia disegani negara lain.
"Tidak ada orang anggap enteng lagi Indonesia, bahwa Indonesia bisa diatur, Indonesia negara besar, negara yang punya karakter, negara yang bisa mengatakan ya, dan negara bisa mengatakan tidak," ungkapnya.
Pada kesempatan tersebut, ia meminta para menteri selaku pembantu presiden untuk mengawal aturan dan menjaga kredibilitas Presiden Jokowi yang telah dibangun selama 10 tahun ini.
"Kita pembantunya presiden harus mengawal aturan-aturan ini dengan baik. Kita harus jaga kredibilitas Bapak Presiden, bahu membahu saling mengingatkan untuk kita tidak mengkhianati ketentuan atau kredibilitas yang sudah dibangun," jelas Luhut.
"Saya sekali lagi rasa hormat kepada bapak (Presiden Jokowi) karena bapak telah memimpin kami dari saya sendiri selama 10 tahun," sambungnya.
Baca juga: Bocoran Luhut: Prabowo Umumkan Susunan Menteri Kabinet 21 Oktober
Seperti diketahui, pabrik bahan anoda baterai litium di Kendal, Jawa Tengah yang diresmikan milik PT Indonesia BTR New Energi.
PT Indonesia BTR New Energi telah berhasil menyelesaikan pembangunan pabrik tahap pertama di KEK Kendal dalam waktu hanya 10 bulan, yang saat ini menjadi pabrik anoda terbesar di dunia di luar Tiongkok.
Kemudian, konstruksi tahap kedua akan dimulai pada semester kedua tahun ini. Setelah Tahap I dan II selesai, Indonesia nantinya akan menjadi produsen bahan anoda baterai litium-ion terbesar kedua di dunia dengan total produksi 160.000 ton per tahun.
Pada tahap pertama, proyek tersebut akan menghasilkan kapasitas produksi hingga 80.000 ton material anoda per tahun dengan investasi sebesar USD478 juta.
Kemudian, di tahap kedua nanti akan memberikan tambahan kapasitas produksi sebesar 80.000 ton per tahun, dengan rencana investasi sebesar USD299 juta.
Proyek tersebut secara total akan menciptakan lapangan kerja bagi 7800 tenaga kerja, dengan serapan 6000 tenaga kerja lokal pada saat konstruksi dan 1800 tenaga kerja lokal pada saat beroperasi di tahap pertama dan kedua.
Selain mendukung program hilirisasi Pemerintah, proyek tersebut juga diharapkan akan dapat mendorong supply chain industri energi baru sekaligus mendukung integrasi Indonesia ke dalam rantai pasokan global bahan baterai litium sehingga dapat menjadi pemain global dalam ekosistem baterai dan kendaraan listrik.