Ntvnews.id, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan nilai kerugian akibat investasi ilegal sebesar Rp603,9 miliar selama tahun 2023.
"Ini menambah catatan nilai kerugian dari 2017 hingga 2023 lalu menjadi sebesar Rp139,67 triliun," ujar Analis Eksekutif Kelompok Spesialis Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Irhamsyah dikutip dari Antara, Jumat (9/8/2024).
Lebih lanjut, OJK mencatat terdapat 9.889 Aktifitas Entitias Ilegal yang terjadi sejak 2017 hingga Juli 2024.
Entitas ilegal tersebut terbagi menjadi 1.367 investasi ilegal, 8.271 pinjaman online (pinjol) ilegal, dan 251 gadai ilegal.
OJK juga telah melakukan pemblokiran sebanyak 2.577 hingga Juli 2024. Itu terdiri dari 1.591 pemblokiran aplikasi/link/konten, 185 pemblokiran rekening bank, dan 801 pemblokiran kontak.
Baca juga: OJK: 6 Ribu Rekening Diblokir Gegara Judi Online
Irhamsyah juga telah menyoroti pinjol ilegal yang menjadi perhatian utama OJK pada sosialisasi dan edukasi tentang Pasar Modal Terpadu 2024 dengan tema "Melek Keuangan: Strategi Investasi Cerdas dan Menghindari Investasi Ilegal".
Dia mengemukakan bahwa awal pendataan, pinjol berizin sebanyak 146 namun setelah dilakukan pengawasan, jumlahnya semakin berkurang dan hanya 98 pinjol berizin.
"Pinjol ilegal yang telah diblokir mencapai 8.271. Kita juga sudah lakukan pemblokiran setelah pengawasan, ini menunjukkan perlunya sosialisasi lebih intensif agar masyarakat tidak nekat menggunakan pinjol ilegal," ungap Irhmansyah.
OJK mengimbau masyarakat untuk selalu waspada terhadap pinjaman online ilegal dan memastikan hanya menggunakan layanan yang berizin resmi.
Guna memerangi para pelaku ilegal pada sektor keuangan, OJK telah membentuk Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI). Salah satu bagiannya ialah Satgas Waspada Investasi yang berfokus pada dua sisi utama yaitu pencegahan dan penanganan.
Baca juga: OJK Luncurkan Peta Jalan Pengembangan Inovasi Teknologi Keuangan dan Kripto 2024-2028
Satgas ini terdiri dari 16 anggota yang meliputi dua otoritas, 10 kementerian, dan empat lembaga.
"Kami tidak hanya mengandalkan Memorandum of Understanding (MoU) lagi, tetapi juga menjalankan amanah yang lebih besar," ujar Irhamsyah.
OJK terus memetakan berbagai aspek sebelum menerapkan kebijakan, dengan tujuan utama melindungi masyarakat dari jeratan investasi ilegal.