Ntvnews.id, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan akan memangkas syarat-syarat untuk mendorong investasi energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia.
Hal tersebut diungkapkan dalam Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) 2024, Rabu (18/9/2024).
"Jadi saya izin kepada bapak presiden, pak kami akan memangkas baik dari sisi syarat, waktu untuk kita mendorong teman-teman investor dalam melakukan percepatan-percepatan investasi," ucap Bahlil dalam sambutannya.
Lanjut kata Bahlil, pihaknya pun sudah menyampaikan rencana untuk memangkas perizinan yang dibutuhkan untuk mendorong investasi di sektor energi baru terbarukan kepada Presiden Jokowi dan Presiden Terpilih Prabowo Subianto.
Baca juga: Perizinan Investasi EBT di RI Ruwet, Bahlil Sebut Lebih Lama dari 1 Periode Presiden
"Jadi teman-teman investor enggak perlu ragu, saya sudah lapor sama bapak presiden Jokowi dan saya sudah melapor kepada bapak presiden Prabowo. Kami akan melakukan reform berbagai langkah-langkah konstruktif dalam melakukan percepatan," bebernya.
Awalnya Bahlil menceritakan proses perizinan yang perlu dilewati untuk investasi di sektor geothermal atau energi panas bumi membutuhkan waktu yang lama.
Mantan Menteri Investasi/Kepala BKPM itu meyebut untuk mengurus perizinan investasi membutuhkan waktu lebih lama dari 1 periode presiden.
"Orang melakukan investasi investor ini pak, urus izin 3 tahun. RKPPL (Rencana Kerja Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup), izin amdal, izin lokasi itu bisa 2-3 tahun pak. Masuk di kementerian ESDM main lagi barang itu," ungkap Bahlil.
Setelah mendapatkan izin, dia menjelaskan investor masih perlu eksplorasi selama 2 sampai 3 tahun lagi.
Baca juga: Punya Potensi Jumbo, Bahlil Ungkap Investasi Panas Bumi RI Capai 8,7 Miliar Dolar AS
"Eksplorasi itu butuh 2-3 tahun, jadi bisa membangun konstruksinya pembangkit listrik panas bumi (PLTP) pada tahun ke enam. Jadi lebih masa periodisasi presiden satu periode, coba bayangkan," ungkap Bahlil.
Menurutnya hal tersebut akan menyulitkan Indonesia untuk target nasional untuk nol emisi karbon atau net zero emission pada 2060.