Ntvnews.id, Jakarta - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) meminta PT Sri Rejeki Isman (Sritex) untuk tidak terburu-buru melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap pekerjanya setelah dinyatakan pailit.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kemnaker Indah Anggoro Putri mengatakan, sebelum adanya putusan yang inkrah dari Mahkamah Agung (MA) Sritex diminta untuk tidak melakukan PHK terhadap pekerjanya.
"Kemnaker meminta kepada PT Sritex dan anak-anak perusahaan nya yang telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga agar tidak terburu-buru melakukan PHK kepada pekerja nya, sampai dengan adanya putusan yg inkrah atau dari MA," ucap Indah dalam keterangannya, Kamis (24/10/2024).
Lebih lanjut, Kemnaker juga meminta kepada Sritex dan anak-anak perusahaannya untuk tetap membayarkan hak-hak pekerja terutama gaji atau upah.
Baca juga: Raksasa Tekstil Sritex Pailit, 20 Ribuan Pekerja Terancam Kena PHK Tanpa Pesangon
"Kemnaker meminta agar semua pihak yaitu menejemen dan SP di perusahaan untuk tetap tenang dan menjaga kondusifitas perusahaan," jelas Indah.
"Serta segera menentukan langkah-langkah strategis dan solutif untuk kedua belah pihak. Utamakan dialog yang konstruktif, produktif dan solutif," lanjutnya.
Sebelumnya, nasib sekitar 20.000 pekerja di pabrik grup Sritex kini tengah di ujung tanduk.
Pasalnya, mereka terancam kehilangan pekerjaan alias kena PHK dan berpotensi tidak akan mendapatkan pesangon.
Hal tersebut setelah Sritex dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Kota Semarang.
Baca juga: Sejarah Sritex: Raksasa Tekstil dari Pasar Klewer, Produksi Seragam NATO Sampai Pailit
"Nasib pekerjanya kurang lebih sekitar 20 ribuan pekerja ada kemungkinan paling terburuknya akan terjadi PHK, ini juta terancam tidak bisa mandapatkan pesangon," ucap Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi saat dihubungi Ntvnews.id, Kamis (24/10).
Ristadi mengungkapkan hal tersebut akibat hutang Sritex yang dinilai jauh lebih besar dibandingkan nilai aset perusahaan.
"Hutang Sritex itu jauh lebih besar daripada nilai aset yang dimiliki. Informasi yang saya terima hutangnya kurang lebih sekitar Rp25 triliun, sementara asetnya sekitar Rp15 triliun," ungkap Ristadi.