Kemenkeu Beberkan Alasan di Balik Kebijakan Bea Masuk dan Pajak Impor Susu untuk Pasar Indonesia

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 16 Nov 2024, 00:25
Akbar Mubarok
Penulis
Beno Junianto
Editor
Bagikan
Arsip Tangkapan layar - Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Askolani dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR di Jakarta, Jumat 15 November 2024. Arsip Tangkapan layar - Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Askolani dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR di Jakarta, Jumat 15 November 2024. (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta -Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memberikan penjelasan terkait regulasi bea masuk dan pajak impor susu, yang kini menjadi perhatian mengingat adanya masalah kelebihan produksi susu dalam negeri yang tidak dapat diserap sepenuhnya oleh pabrik-pabrik pengolahan susu.

Terkait bea masuk, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu, Askolani, mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki perjanjian perdagangan dengan Australia dan Selandia Baru melalui kesepakatan ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA).

Berdasarkan kesepakatan ini, susu yang diimpor dari kedua negara tersebut mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk atau tarif nol persen.

“Itu terkait dengan free trade agreement (FTA) antara ASEAN, Australia, dan New Zealand. Itu yang kita jalani juga,” kata Asko, dilansir dari Antara, Jumat 15 November 2024.

Baca Juga : Mengenal Susu Ikan, Diusulkan Jadi Pengganti Susu Sapi Gratis Program Prabowo

Perjanjian mengenai pembebasan bea masuk untuk susu diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 166 Tahun 2011 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor dalam rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA).

Sedangkan terkait pajak, susu termasuk dalam kategori barang yang dibebaskan dari pajak pertambahan nilai (PPN). Ketentuan ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2022.

Pasal 7 dari peraturan tersebut menyatakan bahwa barang yang termasuk dalam kebutuhan pokok yang vital bagi masyarakat, dengan tingkat kebutuhan yang tinggi dan mendukung kesejahteraan, dibebaskan dari PPN.

Susu termasuk dalam kategori barang yang dibutuhkan oleh masyarakat luas, sehingga atas impor dan/atau penyerahannya dibebaskan dari PPN, sesuai dengan Pasal 7 ayat 2.

Ketentuan lebih lanjut menyebutkan bahwa susu yang dimaksud adalah susu perah, baik yang telah didinginkan maupun dipasteurisasi, tanpa tambahan gula atau bahan lainnya.

Dengan demikian, selama susu memenuhi kriteria tersebut, impor dan penjualannya di dalam negeri tidak dikenakan PPN.

Masalah kelebihan produksi susu dalam negeri kini menjadi sorotan, terutama setelah peternak sapi perah dan pengepul susu di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, mengeluhkan pembatasan kuota penyerapan susu oleh industri pengolahan susu.

Para peternak dan pengepul bahkan menggelar aksi protes di Boyolali pada Sabtu 9 November, dengan menggunakan susu yang tidak terserap industri untuk aksi mandi susu.

Produksi susu di Boyolali mencapai 140.000 liter per hari, namun penyerapan oleh industri pengolahan susu (IPS) hanya sekitar 110.000 liter per hari, meninggalkan surplus 30.000 liter yang tidak terserap oleh pabrik. Salah satu koperasi yang terdampak adalah KUD Mojosongo, koperasi produksi susu terbesar di Kabupaten Boyolali.

Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi menyatakan bahwa pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan untuk mengevaluasi regulasi impor susu, menyusul masalah kelebihan produksi susu yang tidak dapat diserap oleh pabrik.

 

x|close