Ntvnews.id, Jakarta - Badan Anggaran (Banggar) DPR RI mendesak pemerintah untuk menunda rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang dijadwalkan mulai berlaku pada 1 Januari 2025.
Wakil Ketua Banggar DPR, Jazilul Fawaid, mengungkapkan bahwa belakangan ini terjadi pelemahan daya beli masyarakat, terutama pada kelompok menengah ke bawah. Ia mengingatkan bahwa sektor konsumsi adalah salah satu kontributor utama terhadap pendapatan pajak negara.
"Jika daya beli masyarakat melemah akibat kenaikan PPN, maka konsumsi akan turun. Dampaknya, pendapatan pajak juga tidak optimal," ujar Jazilul usai kunjungan kerja ke Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak di Kota Pontianak, seperti dikutip dari situs DPR, Senin, 2 Desember 2024.
Baca Juga: DPR Soal Kepastian PPN Naik 12 Persen: Tolong Bersabar
Jazilul menegaskan pentingnya kajian menyeluruh sebelum kebijakan kenaikan tarif PPN diterapkan. Ia menyarankan agar kenaikan dilakukan saat daya beli masyarakat telah pulih dan cukup kuat.
Menurutnya, keseimbangan antara kebutuhan fiskal pemerintah dan kondisi ekonomi masyarakat harus tetap terjaga. Jazilul juga menekankan bahwa kenaikan PPN bukan hanya persoalan fiskal, tetapi juga menyangkut keberlanjutan ekonomi.
Ia berharap pemerintah mengambil pendekatan lebih matang agar daya beli masyarakat tetap stabil, sementara pendapatan negara tetap dapat dioptimalkan tanpa mengganggu roda ekonomi nasional.
"Momentum yang tepat [menaikkan tarif PPN] adalah ketika pasar kembali ramai, UMKM berproduksi lancar, dan ekonomi bergerak aktif," katanya.
Pendapat serupa juga diutarakan oleh anggota Banggar DPR, Rico Sia. Ia menyebutkan bahwa rencana kenaikan tarif PPN perlu dievaluasi kembali meskipun hal itu sudah menjadi amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Rico mendorong agar kebijakan tersebut ditunda untuk memastikan pemulihan ekonomi pasca-pandemi Covid-19 tidak terganggu.
Baca Juga: Pengusaha Konstruksi Tolak Kenaikan PPN 12 Persen, Bikin Harga Material dan Anggaran Proyek Melonjak
"Kebijakan pajak harus dilihat dari dua sisi; kepentingan negara dan kondisi masyarakat. Jika keduanya tidak seimbang, dampaknya bisa kontraproduktif," ujar Rico usai kunjungan kerja ke Kantor Gubernur Provinsi Kalimantan Barat.
Rico, yang merupakan politisi Partai Nasdem, meyakini bahwa jika kenaikan tarif PPN dipaksakan, hal ini akan semakin membebani masyarakat kelas menengah ke bawah. Apalagi, ia menambahkan, kondisi ekonomi belum sepenuhnya pulih. Meski demikian, ia mengakui bahwa peningkatan penerimaan pajak diperlukan untuk mengurangi defisit anggaran.
Sebagai alternatif, Rico mengusulkan agar kenaikan tarif pajak difokuskan pada kalangan pengusaha besar yang memiliki kapasitas lebih besar untuk berkontribusi terhadap penerimaan negara.
Ia juga mengingatkan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah menetapkan target pertumbuhan ekonomi sebesar 8% dalam lima tahun ke depan. Oleh karena itu, kebijakan perpajakan yang tidak tepat sasaran berpotensi menghambat pertumbuhan tersebut.
"Perlu diingat, ekonomi nasional sangat bergantung pada daya beli masyarakat. Jika daya beli turun akibat kenaikan PPN, pertumbuhan ekonomi bisa terhambat. Kita butuh kebijakan pajak yang lebih strategis dan adil," pungkasnya.