Banggar DPR Sebut PPN 12% untuk Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 8 Des 2024, 19:26
Elma Gianinta Ginting
Penulis
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Ketua Komisi XI Misbakhun memberikan pernyataan pers usai pertemuan DPR RI dan Presiden RI membahas penerapan PPN 12 persen di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (5/12/2024). Ketua Komisi XI Misbakhun memberikan pernyataan pers usai pertemuan DPR RI dan Presiden RI membahas penerapan PPN 12 persen di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (5/12/2024). (ANTARA (Livia Kristianti))

Ntvnews.id, Jakarta - Ketua Badan Anggaran DPR RI, Said Abdullah, menyampaikan bahwa kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen dirancang untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Dalam penjelasannya di Jakarta pada hari Minggu, 8 Desember 2024, Said menyebutkan bahwa negara memerlukan penerimaan pajak yang lebih besar untuk membiayai berbagai program yang dibutuhkan masyarakat.

Sebagai langkah untuk itu, Pemerintah dan DPR telah sepakat untuk menaikkan tarif PPN menjadi 12 persen, yang akan diterapkan pada 2025 melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang disahkan pada 2021.

Said menegaskan bahwa tujuan kebijakan ini adalah untuk membangun sistem perpajakan yang lebih adil, efisien, dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Meski ada perubahan tarif PPN, pemerintah tetap memastikan bahwa barang-barang yang sangat dibutuhkan masyarakat, seperti beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayuran, tidak dikenakan PPN. Ini mencakup barang yang belum diproses atau hanya melalui sedikit pengolahan.

Baca juga: Mahkamah Konstitusi Terima 115 Gugatan Pilkada 2024

Selain barang-barang tersebut, semua barang lainnya akan dikenakan PPN 12 persen, termasuk barang mewah yang terkena pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) seperti kendaraan, rumah, dan barang konsumsi mewah.

Tujuan dari kebijakan ini adalah agar kelompok masyarakat dengan ekonomi lebih tinggi bisa berkontribusi lebih besar terhadap penerimaan negara, yang akan digunakan untuk berbagai program sosial yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi kesenjangan sosial-ekonomi.

Namun, Said juga mengakui bahwa kontribusi dari PPnBM terhadap penerimaan negara tidak terlalu besar, dengan rata-rata hanya mencapai 1,3 persen dari tahun 2013 hingga 2022. Artinya, jika PPN 12 persen hanya diterapkan pada barang mewah yang sudah dikenakan PPnBM, hal itu mungkin tidak cukup untuk meningkatkan target penerimaan pajak pada 2025.

Kebijakan ini berpotensi mempengaruhi daya beli masyarakat, yang menjadi perhatian.

Oleh karena itu, Banggar DPR meminta Pemerintah untuk melaksanakan kebijakan mitigasi secara menyeluruh.

Ketua Banggar merekomendasikan delapan kebijakan yang bisa dipertimbangkan oleh Pemerintah.

Pertama, pemerintah disarankan untuk menambah anggaran perlindungan sosial, meningkatkan jumlah penerima, dan memastikan bantuan tersebut tepat sasaran.

Kedua, subsidi untuk bahan bakar minyak (BBM), listrik, dan LPG bagi rumah tangga miskin harus tetap ada, termasuk untuk pengemudi ojek online (ojol).

Ketiga, perluasan subsidi transportasi untuk moda transportasi yang sering digunakan oleh masyarakat juga disarankan.

Baca juga: Mendikdasmen Ungkap Keputusan PPDB Zonasi Masih Menunggu Sidang Kabinet

Keempat, subsidi perumahan harus dipastikan diterima oleh kelompok masyarakat menengah ke bawah.

Kelima, bantuan dan beasiswa untuk pendidikan tinggi perlu diperbesar.

Keenam, operasi pasar rutin minimal dua bulan sekali harus dilakukan untuk mengendalikan inflasi.

Ketujuh, proporsi belanja pemerintah untuk mendukung produk dari usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) perlu ditingkatkan.

Terakhir, program pelatihan dan pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat yang terdampak sangat penting agar mereka bisa beradaptasi dan masuk ke sektor ekonomi yang lebih kompetitif. Said juga menyarankan agar kebijakan ini terintegrasi dengan penyaluran kredit usaha rakyat (KUR).

(Sumber: Antara)

x|close