Ntvnews.id, Jakarta - PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) berencana mengolah minyak jelantah atau Used Cooking Oil (UCO) dengan kapasitas 6.000 barel per hari. Proses ini akan menghasilkan Hydrotreated Vegetable Oil (HVO) dan Sustainable Aviation Fuel (SAF) dengan produksi sekitar 300 ribu kiloliter per tahun.
Direktur Utama KPI, Taufik Aditiyawarman, menegaskan bahwa proyek ini merupakan wujud komitmen perusahaan terhadap inovasi energi dan keberlanjutan.
Baca Juga: Swasembada Energi Berbasis Desa, Dirut Pertamina Kunjungi Desa Energi Berdikari di Bali
“Proyek Green Refinery (kilang hijau) ini bukan hanya tentang menyediakan sumber energi alternatif, tetapi juga menciptakan nilai tambah bagi masyarakat, mendukung pertumbuhan lokal, serta mengurangi dampak lingkungan,” kata Taufik, Senin 16 Desember 2024.
Pada awal Desember lalu, Taufik Aditiyawarman menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dengan Direktur Utama PT Gapura Mas Lestari (GML), Heru Fidiyanto, mengenai pasokan Feedstock untuk Proyek Green Refinery di Kilang Cilacap. MoU ini bertujuan untuk mendukung pengembangan bisnis bahan bakar hijau (green fuel) di Indonesia.
Kilang Cilacap kini telah mampu menghasilkan Hydrotreated Vegetable Oil (HVO) dan Sustainable Aviation Fuel (SAF). HVO diolah dari bahan baku Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO), yang dikenal dengan nama Pertamina Renewable Diesel (RD), dan sepenuhnya berasal dari minyak nabati. Sementara itu, SAF diproduksi dari bahan baku Refined Bleached Deodorized Palm Kernel Oil (RBDPKO), yang berasal dari inti sawit.
Baca Juga: Luhut Mau Sulap Minyak Jelantah Jadi Bahan Bakar Pesawat, Bisa Untung Rp12 Triliun per Tahun
Produk HVO yang dihasilkan akan menjadi komponen pencampur dalam diesel dengan kualitas superior dibandingkan biodiesel FAME, serta dirancang untuk memenuhi standar tertinggi guna digunakan di negara-negara dengan empat musim, seperti pasar Eropa dan Amerika.
Sementara itu, SAF yang dihasilkan dari Green Refinery Cilacap diharapkan dapat mendukung pasokan untuk implementasi SAF dalam bahan bakar industri penerbangan, sesuai dengan Peta Jalan dan Rencana Aksi Nasional Pengembangan Industri Sustainable Aviation Fuel.
Taufik optimis, dengan kolaborasi dan komitmen semua pihak, proyek ini akan berhasil mengatasi tantangan dan menjadi contoh sukses dalam pengembangan energi berkelanjutan.
“Mari kita wujudkan masa depan yang lebih baik untuk bangsa dan negara,” ujar dia.
Proyek Green Refinery memberikan kontribusi signifikan dalam pencapaian tujuan keberlanjutan terkait penanganan perubahan iklim. Dengan mengolah minyak jelantah (UCO) menjadi bahan bakar ramah lingkungan, proyek ini tidak hanya menyediakan sumber energi terbarukan, tetapi juga berperan dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan pencemaran udara.
Baca Juga: Pertamina: Permintaan Bensin Naik 5 Persen Saat Nataru, Solar Turun 3,3 Persen
Inisiatif kilang hijau di Cilacap ini secara jelas menunjukkan komitmen Indonesia terhadap transisi menuju energi yang lebih bersih, serta upaya menjaga keseimbangan ekosistem demi masa depan yang berkelanjutan.
Penandatanganan Nota Kesepahaman ini menjadi langkah penting dalam memperkuat kolaborasi antara sektor publik dan swasta untuk mencapai tujuan energi berbasis keberlanjutan di Indonesia.
PT GML, sebagai salah satu perusahaan pengumpul dan eksportir UCO di Indonesia, memiliki pengalaman lebih dari 20 tahun dalam industri ini.
"Kolaborasi antara KPI dan PT GML dengan pengalaman dalam rantai pasok mulai dari pengumpulan sampai dengan pasokan UCO diharapkan dapat mendukung dan menjamin pasokan feedstock untuk Proyek Green Refinery Cilacap," kata Taufik.
(Sumber Antara)