DJP Pastikan Kenaikan PPN 12% dalam Transaksi QRIS Tak Ditanggung Konsumen

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 24 Des 2024, 06:15
thumbnail-author
Deddy Setiawan
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Layanan QRIS Layanan QRIS (Interactive QRIS)

Ntvnews.id, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan bahwa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen atas transaksi menggunakan Quick Response Code Indonesia Standard (QRIS) tidak akan dibebankan kepada konsumen.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, menjelaskan bahwa PPN dikenakan pada Merchant Discount Rate (MDR), yakni biaya jasa yang dibebankan kepada pedagang atau merchant oleh penyelenggara jasa pembayaran (PJP) atau provider.

"Jadi sebenarnya yang menjadi dasar untuk dilakukannya pembayaran QRIS itu adalah MDR. Jadi sebenarnya provider itu menyediakan aplikasi ini, kemudian nanti ada mekanisme antara provider dan merchantnya, nanti merchantnya yang bayar PPN berapa jasanya. Bisa jadi 0,1 atau 0,2 (persen) dari transaksi. Dan itu sebenarnya merchantnya yang bertanggung jawab dengan provider," kata Dwi dalam konferensi pers, Senin, 23 Desember 2024.

Baca Juga: 

Pada kesempatan yang sama, Dwi juga membahas tentang pengenaan PPN 12 persen atas transaksi uang elektronik dan dompet digital yang mulai berlaku 1 Januari 2025. Menurutnya, PPN hanya dikenakan pada biaya administrasi dalam transaksi elektronik dan dompet digital.

Sebagai ilustrasi, jika seseorang melakukan top-up e-money atau e-wallet sebesar Rp1 juta dengan biaya admin Rp1.500, maka PPN yang dikenakan adalah Rp180, yaitu 12 persen dari Rp1.500.

Baca Juga: Viral QRIS Kena PPN 12%, Pemerintah Bilang Gini.." >Kemenkeu Tegaskan PPN Transaksi QRIS Dibebankan pada Pedagang, Bukan Konsumen

Karena PPN pada transaksi QRIS tidak dikenakan kepada konsumen, lanjut Dwi, nominal pembayaran menggunakan QRIS maupun secara fisik tetap sama.

Namun, PPN akan tetap berlaku untuk masyarakat jika barang yang dibeli termasuk kategori yang dikenakan PPN, terlepas dari metode pembayaran yang digunakan, baik QRIS maupun tunai.

Sebagai contoh, jika seseorang membeli televisi seharga Rp5 juta, maka PPN yang dikenakan adalah Rp550 ribu karena barang elektronik bukan termasuk kategori barang bebas PPN. Total pembayaran yang harus dilakukan adalah Rp5.550.000, baik dengan QRIS maupun tunai.

"Kita mau bayar pakai QRIS, maupun pakai cash ya sama bayarnya Rp5.550.000," jelas Dwi.

Pada kesempatan yang sama, Dwi juga membahas tentang pengenaan PPN 12 persen atas transaksi uang elektronik dan dompet digital yang mulai berlaku 1 Januari 2025. Menurutnya, PPN hanya dikenakan pada biaya administrasi dalam transaksi elektronik dan dompet digital.

Sebagai ilustrasi, jika seseorang melakukan top-up e-money atau e-wallet sebesar Rp1 juta dengan biaya admin Rp1.500, maka PPN yang dikenakan adalah Rp180, yaitu 12 persen dari Rp1.500.

Baca Juga: Viral QRIS Kena PPN 12%, Pemerintah Bilang Gini..

"Jadi yang dikenakan PPN itu yang Rp1.500 atas jasanya. Jadi Rp1.500 itu disebutnya biaya admin. Itu dalam istilah pajak namanya jasa," katanya.

Dwi menambahkan bahwa biaya admin sebesar Rp1.500 yang berlaku selama ini biasanya sudah termasuk PPN, meskipun hal ini sering tidak disadari oleh masyarakat.

"Mungkin selama ini kenapa kalau isi e-wallet atau e-money tetap aja biayanya Rp1.500, tidak ada keterangan PPN. Nah bisa jadi biaya jasanya itu dari providernya sudah memperhitungkan PPN-nya di situ makanya biayanya tetap Rp1.500," jelasnya.

Dengan PPN yang sudah dihitung dalam biaya admin, nominal top-up tetap sama dengan saldo yang diterima. Misalnya, jika seseorang melakukan top-up Rp1 juta, maka saldo yang diterima tetap Rp1 juta.

Dwi juga menegaskan bahwa saat bertransaksi menggunakan e-wallet, seperti membayar jalan tol, PPN tidak dikenakan. PPN hanya berlaku pada proses top-up yang termasuk dalam biaya admin.

"Ya setiap ngisi ya Rp1.500 (biaya admin dan PPN), tapi sekali itu saja. Ketika saya tap tol kan enggak kena (PPN). Enggak ada PPN di situ," katanya.

Ketika ditanya tentang kemungkinan kenaikan biaya admin Rp1.500 seiring dengan kenaikan PPN menjadi 12 persen, Dwi menjelaskan bahwa hal itu di luar kewenangan pemerintah.

"Kalau itu yang tarif Rp1.500 kan di luar kewenangan kami. Itu kan provider," katanya.

x|close