Zulhas Pastikan Beras Premium dan Medium Tak Kena PPN 12 Persen, Beras Ini yang Kena

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 24 Des 2024, 04:40
thumbnail-author
Deddy Setiawan
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) di Kantor Kemenko Bidang Pangan Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) di Kantor Kemenko Bidang Pangan (NTVnews.id/Deddy Setiawan)

Ntvnews.id, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan menegaskan bahwa beras premium dan beras medium tidak akan terkena tarif PPN 12%. Pernyataan ini disampaikan oleh Zulhas, sapaan akrabnya, kepada wartawan di Graha Mandiri, Jakarta Pusat, Senin, 23 Desember 2024.

Pertama-tama, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut menjelaskan bahwa kebijakan tarif PPN 12% sudah ditetapkan dalam undang-undang sejak lama.

"Justru Bapak Presiden (Prabowo Subianto) itu kan karena sudah ada undang-undangnya yang dibuat waktu yang lalu, naik bertahap 10%, 11%, maka tahun ini 12%," ujar Zulhas.

Ia menambahkan bahwa Presiden memiliki keberpihakan yang jelas terhadap masyarakat menengah ke bawah, sehingga PPN hanya dikenakan untuk barang-barang mewah. "Termasuk soal beras ini yang ramai, itu perlu saya jelaskan," lanjutnya.

Baca Juga: 

"Karena kalau premium, medium ya di pasar premium, medium. Pendek kata pangan gak ada. Yang dalam negeri itu tidak ada yang kena. Kecuali ada beras tadi itu yang secara khusus seperti beras Jepang," tambahnya.

Dalam pernyataan sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa pemerintah terus berusaha menjaga daya beli masyarakat dan merangsang perekonomian melalui kebijakan ekonomi, termasuk di bidang perpajakan.

Sri Mulyani menekankan bahwa pajak adalah instrumen vital bagi pembangunan dengan prinsip keadilan dan gotong-royong, dan PPN 12% diterapkan secara selektif.

Baca Juga: Harga Pangan di Jakarta Naik Jelang Natal dan Tahun Baru 2025" >Harga Pangan di Jakarta Naik Jelang Natal dan Tahun Baru 2025

Mantan Ketua MPR ini juga mengungkapkan adanya kesalahpahaman terkait jenis beras yang dikenakan PPN 12%.

"Jadi beras premium, medium tidak kena. Nah yang kena itu yang suka makan Jepang. Shirataki ya kayaknya seperti itu iya," jelas Zulhas.

"Karena kalau premium, medium ya di pasar premium, medium. Pendek kata pangan gak ada. Yang dalam negeri itu tidak ada yang kena. Kecuali ada beras tadi itu yang secara khusus seperti beras Jepang," tambahnya.

Dalam pernyataan sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa pemerintah terus berusaha menjaga daya beli masyarakat dan merangsang perekonomian melalui kebijakan ekonomi, termasuk di bidang perpajakan.

Sri Mulyani menekankan bahwa pajak adalah instrumen vital bagi pembangunan dengan prinsip keadilan dan gotong-royong, dan PPN 12% diterapkan secara selektif.

Baca Juga: Harga Pangan di Jakarta Naik Jelang Natal dan Tahun Baru 2025

 "Keadilan adalah di mana kelompok masyarakat yang mampu akan membayarkan pajaknya sesuai dengan kewajiban berdasarkan undang-undang, sementara kelompok masyarakat yang tidak mampu akan dilindungi bahkan diberikan bantuan," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers bertajuk "Paket Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan" di Jakarta, Senin, 16 Desember 2024.

Sri Mulyani juga menegaskan bahwa barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat luas, seperti kebutuhan pokok, jasa pendidikan, kesehatan, dan transportasi umum, akan tetap bebas PPN (0%).

Sementara barang seperti tepung terigu, gula industri, dan Minyak Kita akan ditanggung pemerintah sebesar 1% PPN (DTP). Barang mewah seperti makanan premium, layanan rumah sakit VIP, dan pendidikan internasional tetap dikenakan PPN 12%.

Pemerintah juga memberikan bantuan perlindungan sosial untuk masyarakat menengah ke bawah, seperti bantuan pangan, diskon listrik, dan insentif perpajakan termasuk perpanjangan PPh Final 0,5% untuk UMKM serta berbagai insentif PPN dengan alokasi sebesar Rp 265,6 triliun untuk 2025.

"Insentif perpajakan 2025, mayoritas adalah dinikmati oleh rumah tangga, serta mendorong dunia usaha dan UMKM dalam bentuk insentif perpajakan," kata Sri Mulyani.

x|close