Ntvnews.id, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan bahwa pelaku industri masih dapat menerima rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. Namun, perhatian utama pelaku industri justru tertuju pada dampak kebijakan relaksasi impor yang dinilai lebih mengkhawatirkan.
“Kenaikan PPN 12 persen itu bisa diterima oleh industri. Kami baca dari hasil penilaian optimisme pelaku usaha industri,” ungkap Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arief, dalam konferensi pers rilis IKI di Jakarta, Senin.
Baca juga: Rieke Dilaporkan ke MKD soal PPN 12 Persen, Politikus PDIP: Jangan Latah, Bisa-bisa Dibuarkan
Menurut Febri, masalah utama bagi industri adalah relaksasi atau pembatasan impor yang dikhawatirkan dapat menyebabkan pasar domestik dibanjiri produk impor murah. Kondisi ini dapat membuat produk manufaktur dalam negeri kesulitan bersaing.
“Yang lebih ditakutkan industri adalah kebijakan relaksasi impor dan pembatasan impor yang mengakibatkan pasar domestik banjir barang impor murah. Ini lebih ditakutkan oleh industri dibandingkan dengan kenaikan PPN 12 persen,” jelasnya.
Febri menambahkan bahwa kenaikan PPN menjadi 12 persen akan mempengaruhi harga bahan baku, yang pada akhirnya berdampak pada kenaikan harga jual produk manufaktur. Selain itu, dampak ini juga diperkirakan akan mengurangi tingkat utilisasi industri sebesar 2-3 persen.
Namun, ia menegaskan bahwa pemerintah telah menyiapkan sejumlah langkah antisipasi untuk mengurangi dampak negatif kenaikan PPN terhadap industri. Paket kebijakan ekonomi yang dirancang bertujuan menjaga daya saing industri nasional serta menjamin keadilan.
“Apalagi dengan adanya paket kebijakan ekonomi yang sudah dikeluarkan pemerintah berupa berbagai insentif, di antaranya insentif PPh untuk industri padat karya, insentif untuk mobil hybrid, dan berbagai insentif lain serta berbagai program kebijakan,” ujar Febri.
Kebijakan-kebijakan ini diharapkan dapat membantu pelaku industri menghadapi tantangan yang muncul, baik dari kenaikan PPN maupun dinamika pasar akibat kebijakan impor.
(Sumber: Antara)