Iuran Tapera 20 Tahun Belum Tentu Cukup Beli Rumah, Ini Simulasinya

NTVNews - 30 Mei 2024, 11:26
Muslimin Trisyuliono
Penulis
Tim Redaksi
Editor
Bagikan
Ilustrasi Perumahaan Ilustrasi Perumahaan (Freepik)

Ntvnews.id, Jakarta - Presiden Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal meminta, pemerintah untuk mengkaji ulang kebijakan iuran tabungan perumahan rakyat (Tapera).

Adapun kebijakan tersebut membuat gaji pekerja swasta hingga ASN akan dipotong 3 persen tiap bulannya.

"Persoalannya kondisi saat ini tidaklah tepat program Tapera dijalankan oleh pemerintah dengan memotong upah buruh dan peserta Tapera," ujar Said dalam keterangannya, Kamis 30 Mei 2024.

Rumah setengah <b>(Instagram )</b> Rumah setengah (Instagram )

Menurutnya, setidaknya ada beberapa alasan mengapa program Tapera belum tepat dijalankan saat ini. Pertama, belum ada kejelasan terkait dengan program Tapera.

Terutama tentang kepastian apakah buruh dan peserta Tapera akan otomatis mendapatkan rumah setelah bergabung dengan program Tapera.

"Secara akal sehat dan perhitungan matematis, iuran Tapera sebesar 3 persen (dibayar pengusaha 0,5 persen dan dibayar buruh 2,5 persen) tidak akan mencukupi buruh untuk membeli rumah pada usia pensiun atau saat di PHK," ungkapnya.

Lanjut kata Said, sekarang ini upah rata-rata buruh Indonesia adalah Rp 3,5 juta per bulan. Bila dipotong 3 persen per bulan maka iurannya adalah sekitar Rp 105.000 per bulan atau Rp 1.260.000 per tahun.

Karena Tapera adalah tabungan sosial, maka dalam jangka waktu 10 tahun sampai 20 tahun ke depan, uang yang terkumpul adalah Rp 12.600.000 hingga Rp 25.200.000.

"Pertanyaan besarnya adalah, apakah dalam 10 tahun ke depan ada harga rumah yang seharga Rp 12,6 juta atau Rp 25,2 juta dalam 20 tahun ke depan? Sekali pun ditambahkan keuntungan usaha dari tabungan sosial Tapera tersebut, uang yang terkumpul tidak akan mungkin bisa digunakan buruh untuk memiliki rumah," jelas Said.

“Jadi dengan iuran 3% yang bertujuan agar buruh memiliki rumah adalah kemustahilan belaka bagi buruh dan peserta Tapera. Sudahlah membebani potongan upah buruh setiap bulan, di masa pensiun atau saat PHK juga tidak bisa memiliki rumah,” ujar Said.

Alasan kedua mengapa Tapera tidak tepat dijalankan saat ini adalah, dalam lima tahun terakhir ini, upah riil buruh (daya beli buruh) turun 30%. Hal ini akibat upah tidak naik hampir 3 tahun berturut-turut dan tahun ini naik upahnya murah sekali.

Ilustrasi Gaji <b>(Pontas)</b> Ilustrasi Gaji (Pontas)

Bila dipotong lagi 3% untuk Tapera, tentu beban hidup buruh semakin berat. Oleh karenanya, tidak tepat jika program Tapera dijalankan saat ini.

Said menjelaskan, alasan keempat, program Tapera terkesan dipaksakan hanya untuk mengumpulkan dana masyarakat khususnya dana dari buruh, PNS, TNI/Polri, dan masyarakat umum.

"Jangan sampai korupsi baru merajalela di Tapera sebagaimana terjadi di ASABRI dan TASPEN. Dengan demikian, Tapera kurang tepat dijalankan sebelum ada pengawasan yang sangat melekat untuk tidak terjadinya korupsi dalam dana program Tapera," tandasnya.

x|close