Ntvnews.id, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memprediksi pertumbuhan ekonomi Republik Indonesia hanya mencapai kisaran 5 persen pada tahun 2024.
Bendahara Negara tersebut mengakui angka lebih rendah dibandingkan asumsi makro dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2024 yang ditetapkan sebesar 5,2 persen.
"Kita semua tahu APBN didesain dan dirancang dengan asumsi growth di 2024 adalah 5,2 persen, kita memperkirakan outlook-nya akan di 5 persen,” ucap Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa, Senin 6 Januari 2025.
Adapun pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2024 tercatat sebesar 5,11 persen, kuartal II 5,05 persen, dan kuartal III 4,95 persen, dan kuartal IV diproyeksi hanya mencapai 5 persen.
Baca juga: Momen Siswa SD di Boyolali Nikmati Makan Bergizi Gratis
Kedua untuk tingkat inflasi pada 2024 berada di level 1,57 persen year on year (yoy) atau lebih rendah dari asumsi APBN sebesar 2,8 persen.
Kemudian nilai tukar rupiah mengalami pelemahan yang cukup signifikan, melampaui target asumsi sebesar Rp15.000 per dolar AS. Nilai tukar rupiah tercatat berada di Rp15.847 per dolar AS pada akhir tahun.
"Nilai tukar terus mengalami tekanan karena berbagai faktor global, termasuk kebijakan fed fund rate, penguatan dolar, capital outflow mengalami deviasi dari yang kita asumsikan Rp15.000 per dolar AS," ungkap Sri Mulyani.
Ia pun menjelaskan ketidakpastian global, termasuk gejolak geopolitik dan pasar keuangan dunia menjadi faktor utama perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Kemudian ketegangan di Timur Tengah, perlambatan ekonomi China dan penurunan harga komoditas andalan Indonesia turut memengaruhi kinerja ekonomi nasional.
Selain itu, kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden Amerika Serikat turut mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Baca juga: Harga Beli Gabah Naik Jadi Rp6.500 per Kg, Beras Rp12.000, Mulai 15 Januari
Menurutnya kebijakan yang bakal diambil Trump, seperti penetapan tarif dan pendekatan ekonomi nasionalistik kian memperburuk tekanan ekonomi global.
"Pemilu di AS telah memilih Presiden Donald Trump. Makanya ini adalah periode pemilihan Presiden Trump yang kedua disebutnya 2.0 yang semua orang kemudian melihat pada saat beliau menjadi Presiden banyak kebijakan-kebijakan yang memengaruhi tidak hanya ekonomi AS, tapi juga ekonomi dunia termasuk penetapan tarif dan berbagai kebijakan yang sangat inward looking atau nasionalistik," tandasnya. (Sumber:Antara).