Ntvnews.id, Jakarta - Pemerintah Prabowo optimis hingga memajukan target swasembada pangan dari semula tahun 2028 menjadi tahun 2027 dengan target produksi naik menjadi 7,5 ton.
Meski masih ditemukan kendala di lapangan tidak ada alasan lagi bagi kementerian dan badan menunda pelaksanaan percepatan target program swasembada pangan. Pasalnya, semua landasan dasarnya kini telah rampung. Mencakup aturan irigasi, neraca komoditas pupuk dan penyuluh.
Namun Guru Besar Institut Pertanian Bogor, Dwi Andreas Santosa mengungkapkan fakta miris tentang program cetak sawah yang menjadi faktor penting dalam mewujudkan target swasembada pangan. Ia menyatakan program cetak sawah di era Presiden Jokowi nol dan tidak ada yang berhasil.
"Saya bukan orang pesimistis Mbak. Saya bicara berdasarkan rasionalitas akademis. Saya bicara berdasarkan data dan fakta yang terjadi. Jadi kalau merencanakan sesuatu belajar dengan fakta yang ada. Fakta yang terdahulu," kata Andreas Santosa dalam Dialog NTV Prime di Nusantara TV.
"Contoh sajalah tadi kan juga di sampaikan kan terkait cetak sawah. Tadi berapa disebutkan totalnya berapa tadi 4 atau 5 juta hektar. Dan memang rencana semula yang disampaikan ke DPR itu 3 juta hektar cetak sawah. Bisa dibayangkan di masa Jokowi ada rencana program cetak sawah 1,2 juta hektar. Hasilnya apa? Nol," lanjutnya.
"Kalau kita bicara cetak sawah untuk food estate selama 26 tahun terakhir ini. Tidak ada satu pun yang berhasil," imbuhnya.
Berkaca dari fakta tersebut, kata Andreas, berarti ada yang salah.
"Kenapa program tersebut digelontorkan triliunan rupiah untuk sesuatu yang pasti gagal," tandasnya.
Andreas mengaku mengetahui problem program cetak sawah karena terjun langsung saat pembukaan lahan. Saat pembukaan lahan gambut 1 juta hektar Andreas duduk sebagai anggota Tim Analisis Risiko Lingkungan.
"Pada saat program food estate Jokowi tahun 2020 sampai tahun 2023 saya mendampingi BUMN Pangan. Kami melakukan uji coba di Kalimantan Tengah. Luasnya 93 hektar hasilnya 0,85 ton per hektar. Itu kenyataan. Itu data. Itu yang kami lakukan," bebernya.
Andreas mengungkapkan dirinya telah 28 tahun bergerak di Jaringan Tani. Karena itu dia tahu betul kondisi dan permasalahan di lapangan.
"Betul-betul bergerak bukan sebagai mercusuar datang oke. Jadi ada persoalan besar. Untuk itu saya Sebutkan beberapa program yang dicanangkan pemerintah tidak realistis. Menisbikan, menegasikan rasionalitas akademis. Itu yang paling penting," pungkasnya.