Ntvnews.id, Jakarta - Pembuatan aplikasi sistem administrasi pajak oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Coretax, dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pelapor dari Ikatan Wajib Pajak Indonesia atu IWPI mensinyalir ada dugaan korupsi dari pembuatan aplikasi yang menghabiskan anggaran sebesar Rp 1,3 triliun itu.
"Kami hari ini melaporkan tentang kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait proyek pengadaan Coretax, sistem yang memakan anggaran Rp1,3 triliun lebih," kata Ketua Umum IWPI Rinto Setiyawan, Kamis, 23 Januari 2025 lalu.
Menurut Rinto, pihaknya telah menyerahkan sejumlah bukti dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan Coretax untuk tahun anggaran 2020–2024.
"Tadi diterima di (Layanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat KPK) Dumas II, kami menyerahkan laporan 1 bundel terkait dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan aplikasi Coretax," ucapnya.
Baca Juga: DJP Umumkan Hasil Perbaikan Terbaru Sistem Coretax, Ini Rinciannya
Menkeu Sri Mulyani prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 5 persen di 2024/Ist
Bukti-bukti ini antara lain dokumen yakni surat, pengumuman tender, dan Keputusan Dirjen Pajak. Lalu bukti petunjuk berupa pemberitaan berbagai media massa, terkait berbagai permasalahan aplikasi Coretax.
"Hasil-hasil capture tangkapan layar aplikasi Coretax error dan kendala- kendala terkait penggunaan aplikasi Coretax yang telah dilaporkan oleh wajib pajak yang kepada IWPI," jelas dia.
Lalu, saksi dan juga ahli telah pihaknya siapkan, jika KPK memerlukannya. "Jadi sebenarnya sudah ada empat alat bukti dan bisa digunakan," ucapnya.
Adapun indikasi awal terjadinya dugaan korupsi dalam pembuatan Coretax, salah satunya yaitu tidak berfungsinya berbagai fitur dalam aplikasi tersebut.
Diketahui, Coretax dibuat tiga perusahaan global yakni PricewaterhouseCoopers (PwC), konsorsium LG CNS-Qualysoft, dan PT Deloitte Consulting.
"Sampai saat ini banyak anggota kami dari IWPI, dari wajib pajak di seluruh Indonesia masih menemukan banyaknya mal fungsi aplikasi Coretax ini," jelas dia.
Persoalan kian bertambah, kata dia, setelah Dirjen Pajak menerbitkan Keputusan Nomor 24 Tahun 2025 menyatakan bahwa aplikasi Coretax ini bermasalah. "Untuk 790 pajak-pajak tertentu itu boleh menggunakan aplikasi yang lama," ucapnya.
Baca Juga: Sri Mulyani Turun Gunung, Cek Langsung Pelaksanaan Coretax di Kantor Pajak
Smulator coretax bertujuan untuk memfasilitasi wajib pajak dalam memahami berbagai fitur coretax dengan lebih baik. (Dok. DJP)
Menurut Rinto, hal tersebut sangat janggal, mengingat Coretax disebut sangat canggih dan biayanya mahal. Apalagi, wajib pajak besar malah justru diperbolehkan ke sistem pajak lama.
"Harusnya di balik, kalau Coretax ini canggih, maka yang 790 ini harusnya memakai Coretax, sedangkan wajib pajak yang dianggap kecil-kecil ini pakai aplikasi yang lama," papar Rinto.
"Yang kita laporkan sekarang ini adalah Dirjen Pajak," imbuhnya.
KPK sendiri mulai menelaah dugaan korupsi tersebut. Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto menjelaskan, proses telaah dan verifikasi laporan membutuhkan waktu 30 hari kerja. Jika bukti yang ada dirasa kurang, pihak pelapor akan diminta untuk memberikan informasi tambahan.