Ntvnews.id, Jakarta - Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti, menyebutkan bahwa program diskon tarif listrik menjadi penyebab utama deflasi bulanan yang tercatat pada Januari 2025 sebesar 0,76 persen (month to month).
Menurut catatan BPS, tarif listrik mengalami deflasi sebesar 32,03 persen pada bulan lalu, yang memberikan kontribusi terhadap deflasi umum sebesar 1,47 persen.
Baca Juga : BPS Catat Kenaikan Garis Kemiskinan di Jakarta pada September 2024
“Deflasi ini terjadi akibat adanya diskon 50 persen bagi pelanggan dengan daya listrik sampai dengan 2200 VA di Januari 2025,” kata Amalia, Senin 3 Febuari 2025.
Dia menjelaskan bahwa BPS juga memasukkan diskon tarif listrik dalam perhitungan inflasi sesuai dengan panduan dari Consumer Price Index Manual. Indeks ini digunakan sebagai acuan oleh seluruh kantor statistik di dunia, termasuk BPS, dalam menghitung Indeks Harga Konsumen (IHK).
Diskon atau harga penawaran khusus akan dihitung dalam perhitungan inflasi jika kualitas barang atau jasa tetap sama dengan kondisi normal, dan harga diskon tersebut tersedia untuk banyak orang.
“Maka, diskon tarif listrik sebesar 50 persen juga tercatat dalam perhitungan inflasi yang dilakukan oleh BPS yang kami umumkan hari ini,” ujarnya.
Selain tarif listrik, komoditas lain yang turut memberikan kontribusi besar terhadap deflasi adalah ketimun, tarif kereta api, dan tarif angkutan udara, yang masing-masing mencatatkan deflasi sebesar 0,03 persen dengan andil deflasi sebesar 0,01 persen.
Baca Juga : BPS: Deflasi Tarif Pesawat Dipicu Kebijakan Penurunan Harga Tiket
Sementara itu, sejumlah komoditas menyumbang andil terhadap inflasi, seperti cabai merah (0,19 persen) dan cabai rawit (0,17 persen). Selain itu, ikan segar, minyak goreng, dan bensin masing-masing memberikan andil inflasi sebesar 0,03 persen.
Pada Januari 2025, deflasi utamanya dipengaruhi oleh komponen harga yang diatur pemerintah (administered price), yang mencatatkan deflasi sebesar 7,38 persen dengan andil 1,44 persen. Komoditas yang berkontribusi dalam komponen ini antara lain tarif listrik, tarif angkutan udara, dan tarif kereta api.
Sementara itu, komponen harga bergejolak (volatile food) dan komponen inti (core inflation) mengalami inflasi.
Komponen harga bergejolak mencatatkan inflasi sebesar 2,95 persen dengan andil 0,48 persen. Komoditas yang berperan antara lain cabai merah, cabai rawit, dan daging ayam ras.
Baca Juga : BPS Sebut Jumlah Wisatawan Mancanegara Januari-November 2024 Terbanyak Dalam 5 tahun
Adapun komponen inti mengalami inflasi sebesar 0,30 persen dengan andil 0,20 persen. Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi termasuk minyak goreng, emas perhiasan, biaya sewa rumah, kopi bubuk, mobil, dan sepeda motor.
Dari segi wilayah, 34 dari 38 provinsi di Indonesia mengalami deflasi, sementara 4 provinsi lainnya mengalami inflasi. Deflasi terdalam tercatat di Papua Barat sebesar 2,29 persen, sementara inflasi tertinggi terjadi di Kepulauan Riau sebesar 0,43 persen. (Sumber: Antara)