Ntvnews.id, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto mencanangkan target tinggi untuk pertumbuhan ekonomi dalam masa kepemimpinannya. Tak tanggung-tanggung target yang dipatok minimal 8 persen. Dalam berbagai kesempatan di dalam dan luar negeri Prabowo menyatakan optimismenya bisa mencapai target pertumbuhan minimal 8 persen.
Namun dengan segala dinamika dan kondisi global saat ini yang dihantui ketidakpastian banyak kalangan mempertanyakan bagaimana Prabowo dan kabinetnya bisa mewujudkan target tersebut. Realistiskah target pertumbuhan ekonomi minimal 8 persen tersebut?
Hal itu menjadi topik dalam diskusi di acara MERAH PUTIH di Nusnatara TV. Diskusi menghadirkan empat narasumber yaitu Ekonom Senior Universitas Paramadina Wijayanto Samirin, Jubir Partai Gerindra Astrio Feligent, Wakil Ketua Umum Perindutrian Kadin, Saleh Husin dan Deputi Dalaks Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Edy Junaedi.
Ekonom Senior Universitas Paramadina Wijayanto Samirin mengatakan Pemerintah Prabowo menghadapi banyak permasalahan, mulai dari soal fiskal hingga situasi global yang sangat dinamis. IMF dan World Bank juga telah mengeluarkan forecast yang memprediksi pertumbuhan ekonomi RI di kisaran 5,1 persen pada 2025-2026.
Berkaca dari aspek-aspek tersebut, kata Wijayanto, untuk mewujudkan target pertumbuhan ekonomi minimal 8 persen, Presiden Prabowo harus menjadi super leader dan memiliki super team.
"Pak Prabowo mengatakan akan mendorong industri di industrialisasi ternyata berlangsung hingga tahun lalu tahun 2024 pertumbuhan sektor manufacture di bawah pertumbuhan GDP secara umum. Jadi situasi yang tidak mudah. Kemudian pada saat bersamaan lembaga kredibel seperti IMF itu mengeluarkan forecast bahwa pertumbuhan ekonomi kita dari tahun 2025 hingga tahun 2029 akan flat di 5,1. World Bank juga mengeluarkan forecast yang senada 5,1 2025-2026. Lalu kita punya target 8%," kata Wijayanto.
"World Bank dan IMF pasti dia melakukan analisis mendalam. Mengamati ratusan negara. Mengamati Indonesia hampir setiap saat sejak puluhan tahun yang lalu. Sehingga ketika mereka melakukan forecast itu pasti punya basis yang kuat. Pertanyaannya apakah kita bisa tumbuh 8%? Kita perlu sesuatu yang extraordinary untuk bisa mencapai itu. Jadi Pak Prabowo harus menjadi super leader kemudian juga harus didukung super team," lanjutnya.
Apalagi, sambung Wijayanto, pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2024 cenderung turun ke 5,03 persen yang terendah dalam 3 tahun terakhir.
"Sangat mungkin berlanjut tahun ini. Ada kemungkinan tahun ini tumbuh lebih rendah daripada pertumbuhan tahun lalu," ucapnya.
Di sisi lain, penghematan yang dilakukan oleh pemerintah ini pasti akan menyebabkan perlambatan ekonomi. Pasanya, tidak dicompensate dengan hal-hal lain yang bisa menopang target pertumbuhan ekonomi.
Wijayanto mengambil contoh pemangkasan anggaran di Kementerian Pekerjaan Umum (PU).
"Misalnya PU dipangkas Rp80 triliun hanya tinggal Rp30 triliun. Pada saat logistik cost kita tinggi kita harus mengurangi itu. Ini ada di tangan PU. Pada saat kita butuh irigasi, waduk untuk mendongkrak produksi beras swasembada pangan. Ini ada di ranah PU," tuturnya.
"Harus ada jalan lain untuk mengantisipasi itu. Shortfall anggaran itu yaitu investasi. Makanya memang harus bekerja keras supaya investasi ini bisa mengucur masuk ke Indonesia," pungkasnya.