Ntvnews.id, Beijing - China telah mengungkap rincian awal mengenai rencana ambisiusnya untuk membangun fasilitas penelitian laut dalam. Negara ini berencana mendirikan Stasiun Dasar Laut di kedalaman sekitar 1.828 meter di bawah permukaan Laut China Selatan.
Dilansir dari South China Morning Post, Selasa, 4 Maret 2025, fasilitas ini ditargetkan rampung pada tahun 2030 dan akan mampu menampung hingga enam ilmuwan yang dapat tinggal dan melakukan penelitian selama satu bulan.
Jika Stasiun Luar Angkasa Tiangong bertugas mengeksplorasi luar angkasa, maka Stasiun Dasar Laut memiliki misi serupa untuk menjelajahi kedalaman laut. Dengan demikian, China berupaya memperkuat kehadirannya di dua ranah eksplorasi: luar angkasa dan laut dalam.
Fasilitas ini akan berfokus pada penelitian ekosistem cold seep, yaitu lingkungan laut dalam yang kaya kehidupan dan mengandung endapan hidrat metana dalam jumlah besar. Hidrat metana dianggap sebagai sumber energi potensial yang bernilai tinggi.
Baca Juga: Film Animasi China Ne Zha 2 Pecahkan Rekor, Masuk 7 Besar Box Office Global
Tim peneliti dari South China Sea Institute of Oceanology, bagian dari Chinese Academy of Sciences, telah memaparkan berbagai aspek proyek ini. Stasiun tersebut akan dilengkapi dengan sistem pendukung kehidupan canggih yang memungkinkan ilmuwan bertahan dalam kedalaman laut selama satu bulan.
Selain itu, fasilitas ini juga akan memiliki jaringan pemantauan permanen untuk mengawasi kadar metana, perubahan ekologi, serta aktivitas tektonik. Stasiun ini akan bekerja sama dengan kapal selam tak berawak, kapal penelitian, dan observatorium bawah laut untuk membentuk sistem pemantauan "empat dimensi".
Namun, pembangunan fasilitas ini memunculkan berbagai kontroversi, terutama terkait sengketa wilayah di Laut China Selatan. Pengumuman proyek ini muncul setelah Kementerian Pertahanan Taiwan melaporkan keberadaan 62 pesawat militer China di dekat wilayahnya pekan lalu. Taiwan, bersama Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei, menolak klaim China atas Laut China Selatan dan masing-masing memiliki klaim teritorial di wilayah tersebut.
Kawasan ini memiliki nilai ekonomi tinggi karena kaya akan sumber daya alam. Laut China Selatan diperkirakan menyimpan hingga 70 miliar ton hidrat metana, setara dengan separuh cadangan minyak dan gas China saat ini.
Hidrat metana sendiri adalah senyawa padat yang menyerupai es dan memiliki potensi besar sebagai sumber energi masa depan. Selain itu, wilayah ini juga diyakini mengandung endapan mineral berharga seperti kobalt dan nikel.
Baca Juga: DPR Minta Imigrasi Tindak Pekerja Ilegal China, Kerja di Tambang Pakai Visa Turis
Keberadaan stasiun penelitian ini di Laut China Selatan tentu akan memperkuat posisi China di wilayah tersebut. Rencana ini diungkap oleh peneliti Yin Jianping dari South China Sea Institute of Oceanology, Chinese Academy of Sciences kepada South China Morning Post.
Pengembangan stasiun laut dalam ini juga memperkuat rivalitas antara China dan Amerika Serikat (AS). Pengumuman proyek ini muncul dua tahun setelah AS mengungkap rencana membangun stasiun bawah laut di lepas pantai Pulau Karibia, Curaçao. Sama seperti China, proyek AS bertujuan menciptakan habitat bawah laut bagi ilmuwan dan inovator untuk meneliti ekosistem laut dalam dalam jangka waktu yang lebih lama.
Proyek AS ini dikembangkan oleh National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) bersama Proteus Ocean Group, organisasi eksplorasi kelautan yang didirikan oleh Fabien Cousteau. Tujuan utama mereka adalah membangun jaringan habitat bawah laut internasional guna memperkuat kolaborasi dalam penelitian ilmiah kelautan.
Pada akhir bulan lalu, proyek ini mencapai tonggak baru dengan menjalin kemitraan bersama Mirpuri Foundation untuk mengembangkan Smart Ocean Tech Platform di Portugal. Kolaborasi ini akan mencakup proyek ilmiah, lingkungan, dan teknologi yang berfokus pada mitigasi perubahan iklim, polusi laut, konservasi, serta pengelolaan laut yang berkelanjutan.