Ntvnews.id
Proyek yang melibatkan skema Engineering, Procurement, Construction, and Commissioning (EPCC) ini berlangsung pada tahun 2016.
Selain Dolly, penyidik juga menetapkan mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis PTPN XI, Aris Toharisman, sebagai tersangka.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Korps Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri, Irjen Pol. Cahyono Wibowo, dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, Rabu, 19 Maret 2025.
“Kalau tidak salah sudah ada penetapan dua tersangka. Pertama, Dolly Pulungan dan kedua, Aris Toharisman,” katanya.
Menurut Irjen Pol. Cahyono, kedua tersangka merancang, melelang, melaksanakan, dan membayar proyek modernisasi PG Djatiroto tanpa mengikuti aturan yang berlaku. Akibatnya, proyek belum selesai dan menyebabkan kerugian negara.
Dalam tahap perencanaan, proyek ini dikerjakan tanpa studi kelayakan. Kedua tersangka juga diduga mengatur pemenang lelang, yakni KSO Hutama-Eurroassiatic-Utam Sucrotech (HEU).
Baca juga: Hakim Tegaskan Pemanggilan Mendag Lain di Kasus Korupsi Gula Jadi Kewenangan JPU
Saat pelelangan, Aris meminta panitia membuka lelang meski Harga Perkiraan Sendiri (HPS) masih dalam tahap review. Panitia tetap meloloskan KSO HEU meskipun tidak memenuhi syarat, seperti tidak memiliki surat dukungan bank dan workshop di Indonesia.
Pada tahap pelaksanaan, kontrak diubah tanpa mengikuti Rencana Kerja dan Syarat-Syarat (RKS), termasuk penambahan uang muka 20 persen dan pembayaran Letter of Credit (LC) ke rekening luar negeri.
“Tahapan pembayaran procurement yang menguntungkan penyedia tanpa mengikuti prinsip Good Corporate Governance (GCG),” kata Irjen Pol. Cahyono.
Kontrak perjanjian ditandatangani tidak sesuai dengan tanggal yang tercantum.
Uji performa barang tidak dilakukan langsung, sehingga barang yang diterima tidak sesuai spesifikasi.
Pada tahap pembayaran, uang muka yang seharusnya 15 persen justru dibayarkan 20 persen. Selain itu, PTPN XI harus menanggung kompensasi yang tidak sesuai aturan.
“Atas pembayaran-pembayaran yang dilakukan oleh PTPN XI sampai dengan 90 persen, sementara pekerjaan mangkrak sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara,” ucapnya.
Akibat perbuatan Dolly Parlagutan Pulungan dan Aris Toharisman, negara mengalami kerugian sebesar Rp570,25 miliar dan 12,83 juta dolar AS berdasarkan perhitungan BPK RI.
Keduanya dijerat Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(Sumber: Antara)