Ntvnews.id, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani merespons kebijakan tarif resiprokal atau timbal balik yang diterapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Menurutnya, keputusan Donald Trump untuk menerapkan tarif baru kepada puluhan negara termasuk Indonesia cukup sulit dipahami.
"Tarif resiprokal yang disampaikan Amerika terhadap 60 negara menggambarkan cara penghitungan tarif itu, yang saya rasa semua ekonomi yang sudah belajar ekonomi tidak bisa memahami," ucap Sri Mulyani dalam Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Republik Indonesia di Menara Mandiri, Jakarta, Selasa, 8 April 2025.
Sri Mulyani menilai ilmu ekonomi sudah tidak berlaku. Kemudian keputusan Trump lebih bertujuan menutup defisit dengan mitra dagangnya.
Baca juga: Prabowo Tantang Pengusaha di RI Lirik Pasar Afrika
"Yang penting pokoknya tarif duluan, karena tujuannya adalah menutup defisit. Tidak ada ilmu ekonominya disitu," ungkap Sri Mulyani.
"Menutup defisit itu artinya saya tidak ingin tergantung atau beli kepada orang lain lebih banyak dari apa yang saya bisa jual kepada orang lain," sambungnya.
Presiden Donald Trump meluncurkan tarif minimum 10 persen untuk sebagian besar barang yang diimpor ke Amerika Serikat dan bea masuk lebih tinggi pada produk dari puluhan negara.
Dalam hal ini, Indonesia juga menjadi korban perang dagang dengan kenaikan tarif impor 32 persen.
Baca juga: Airlangga Buka-bukaan IHSG Masih Negatif, Namun Tren Positif
Namun Indonesia bukan satu-satunya negara Asia Tenggara yang jadi korban. Trump juga menerapkan tarif impor ke Vietnam, Thailand, Malaysia, Kamboja dengan masing-masing tarif 46 persen, 36 persen, 24 persen dan 49 persen.