Ntvnews.id, Jakarta - Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur, Adik Dwi Putranto, menekankan pentingnya memperkuat pasar domestik, menjajaki peluang ekspor ke negara baru, serta menarik investasi melalui penyederhanaan perizinan usaha sebagai strategi untuk menghadapi kebijakan tarif resiprokal dari Amerika Serikat.
"Yang tidak kalah penting adalah harus mampu memulihkan kepercayaan pelaku ekonomi dengan komunikasi yang baik dan kebijakan yang kongkrit," katanya di Surabaya, Selasa, 8 April 2025.
Adik menjelaskan bahwa pemerintah perlu menggali potensi sektor-sektor ekonomi lain yang dapat mendorong pertumbuhan, termasuk menjaga kepercayaan publik melalui komunikasi yang jelas dan transparan.
Kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menetapkan kenaikan tarif impor sebesar 32 persen terhadap produk asal Indonesia dinilai sangat mungkin memberikan tekanan besar terhadap perekonomian, termasuk wilayah Jawa Timur.
"Ada dampak langsung dan tak langsung. Dampak langsung di antaranya adalah penurunan ekspor," ujarnya.
Amerika Serikat merupakan salah satu pasar utama ekspor nonmigas Jawa Timur. Pada Januari 2025 saja, nilai ekspor ke negara tersebut tercatat mencapai 281,96 juta dolar AS, setara dengan 14,5 persen dari total ekspor nonmigas provinsi ini.
Namun, sejumlah produk unggulan Jawa Timur seperti perhiasan, logam, tekstil, alas kaki, barang elektronik, serta hasil olahan kayu menghadapi risiko penurunan ekspor yang signifikan, yang tentu berdampak negatif terhadap pendapatan devisa negara.
"Dampak tak langsung akibat efek domino dari kebijakan tersebut diantaranya adalah terganggunya rantai pasok," katanya.
Penurunan aktivitas ekspor ini, menurut Adik, juga menyebabkan gangguan pada rantai pasokan industri, terutama yang melibatkan pemasok bahan baku dalam negeri dan pelaku UMKM sebagai produsen komponen.
Kondisi ini mempengaruhi kesehatan keuangan perusahaan, menunda rencana investasi, serta memberikan efek berantai yang memukul seluruh jaringan industri di Jawa Timur.
Lebih lanjut, Adik memperingatkan bahwa situasi ini bisa berujung pada pemutusan hubungan kerja, terutama di sektor industri padat karya yang tidak mampu mempertahankan kapasitas produksi.
Dampaknya, ribuan pekerja, terutama dari industri garmen, sepatu, elektronik, serta produk kayu yang biasanya ditujukan untuk pasar Amerika, berisiko kehilangan mata pencaharian.
Penurunan aktivitas ekspor dan produksi menyebabkan berkurangnya penerimaan daerah serta perlambatan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur. Sektor perpajakan dan retribusi juga terdampak akibat menurunnya kinerja industri.
"Yang terakhir adalah dampak sosial yaitu ketimpangan dan ketegangan karena PHK massal dapat memicu lonjakan kemiskinan, putus sekolah, kerawanan sosial, dan ketegangan sosial seperti demonstrasi," kata Adik.
(Sumber: Antara)