Apa Itu Tarif Resiprokal yang Diterapkan Donald Trump untuk Perang Dagang Secara Global?

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 9 Apr 2025, 16:15
thumbnail-author
Dedi
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Presiden Donald Trump meluncurkan tarif minimum 10 persen untuk sebagian besar barang yang diimpor ke Amerika Serikat dan bea masuk lebih tinggi pada produk dari puluhan negara. Presiden Donald Trump meluncurkan tarif minimum 10 persen untuk sebagian besar barang yang diimpor ke Amerika Serikat dan bea masuk lebih tinggi pada produk dari puluhan negara.

Ntvnews.id, Jakarta - Tarif resiprokal menjadi istilah yang ramai dibicarakan sejak Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan kebijakan dagang barunya. Pada 5 April, Trump menetapkan tarif minimum sebesar 10% untuk semua produk impor ke AS, termasuk dari negara-negara seperti Inggris, Argentina, Brasil, Australia, dan Arab Saudi.

Namun, beberapa negara dikenai tarif jauh lebih tinggi, bahkan mencapai 104%. Trump menyebut tarif tinggi yang diterapkan terhadap negara-negara seperti China, Vietnam, dan Kamboja sebagai “tarif resiprokal”. Apa sebenarnya maksud dari istilah tersebut?

Apa Itu Tarif Resiprokal?

Dilansir dari BBC, Rabu, 9 April 2025, secara sederhana, tarif resiprokal adalah kebijakan perdagangan di mana sebuah negara mengenakan tarif impor yang setara atau sebanding dengan tarif yang sebelumnya diterapkan negara lain terhadap barang ekspornya. 

Dengan kata lain, jika suatu negara mengenakan tarif tinggi terhadap produk dari Amerika, maka Amerika membalas dengan tarif serupa terhadap produk dari negara tersebut. 

Menurut penjelasan pejabat Gedung Putih, tarif resiprokal yang diumumkan Trump dimaksudkan untuk mencerminkan apa yang selama ini dikenakan negara lain terhadap Amerika, bukan hanya tarif, tetapi juga hambatan non-tarif seperti regulasi ketat dan standar teknis.

Meski disebut “tarif resiprokal”, penerapannya ternyata tidak sepenuhnya mencerminkan prinsip timbal balik. Beberapa negara dikenakan tarif tinggi berdasarkan besarnya defisit perdagangan AS dengan negara tersebut, bukan karena tarif atau hambatan yang negara tersebut terapkan pada AS.

Sebagai contoh, produk dari Vietnam dikenakan tarif 46%, Kamboja 49%, dan Uni Eropa 20%. Sementara itu, hampir semua produk dari China sekarang dikenai tarif sebesar 104% setelah China menolak menurunkan tarif balasannya kepada AS.

Yang mengejutkan, beberapa negara seperti Inggris yang sebenarnya memiliki surplus dalam perdagangan dengan AS juga ikut terkena tarif. Artinya, Inggris membeli lebih banyak dari AS daripada yang dijualnya ke negara tersebut, namun tetap dikenai beban tarif tambahan.

Trump berpendapat bahwa tarif resiprokal diperlukan untuk melindungi industri dalam negeri, mengurangi ketergantungan pada impor, dan memperbaiki neraca perdagangan. Ia menuduh banyak negara telah memanfaatkan pasar Amerika secara tidak adil, dan tarif ini disebut sebagai “cara untuk meluruskan keadilan dagang”.

Namun, para ekonom memperingatkan bahwa kebijakan seperti ini justru berisiko memicu perang dagang global, mendorong inflasi, dan menekan daya beli masyarakat. Kenaikan harga barang impor maupun lokal (yang menggunakan komponen impor) menjadi dampak yang tak terhindarkan.

x|close