Penghapusan Kuota Impor Diharap Jadi Angin Segar bagi Kebijakan Perdagangan RI

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 9 Apr 2025, 16:32
thumbnail-author
Muslimin Trisyuliono
Penulis
thumbnail-author
Beno Junianto
Editor
Bagikan
Ilustrasi barang impor Ilustrasi barang impor

Ntvnews.id, Jakarta - Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah buka suara menganai arahan Presiden Prabowo Subianto untuk menghapus kuota impor.

Menurutnya arahan tersebut menjadi angin segar bagi perbaikan kebijakan impor.

“Presiden Prabowo memerintahkan agar menghapus kebijakan kuota impor untuk barang barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Arahan Presiden Prabowo ini tentu menjadi angin segar bagi perbaikan kebijakan impor,” ucap Said dalam keterangannya, Rabu 9 April 2025.

Lebih lanjut, Said menyebut momentum ini juga bisa menjadi reformasi menyeluruh atas kebijakan perdagangan internasional Indonesia.

Baca juga: Presiden Prabowo Tiba di Abu Dhabi, Mulai Lawatan ke Timur Tengah dan Turkiye

Secara makro, kebijakan impor harus mempertimbangkan trade balance agar neraca perdagangan tetap surplus. Langkah ini sekaligus untuk menjaga agar cadangan devisa tetap terjaga dengan baik.

“Kebijakan tarif yang dilakukan oleh Presiden Trump saat ini salah satu tujuannya adalah menjaga agar neraca perdagangan mereka tidak defisit kian mendalam,” ungkapnya.

Ia berpendapat kebijakan impor hendaknya diletakkan sebagai barang substitusi sementara waktu, karena ketiadaannya di dalam negeri.

Namun, ke depannya Indonesia mampu memenuhi kebutuhan atas barang-barang impor dengan produksi sendiri, dengan arah menjadi negara yang relatif mandiri, setidaknya dari sektor primer, yakni pangan dan energi.

Kebijakan impor dinilai perlu mempertimbangkan arah kebijakan lain untuk memperkuat industri nasional, dengan arah strategis semakin upaya memperkuat Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang semakin besar porsinya.

Baca juga: KJP Belum Cair, Pramono Anung Panggil Kepala Dinas Pendidikan DKI

“Kita harus belajar dari tergerusnya produk tekstil nasional karena banjirnya produk impor tidak terulang, apalagi terjadi di sektor sektor lainnya,” kata Said.

Lebih lanjut, mempertimbangkan makin kompleksnya kebutuhan terhadap produk barang dan jasa serta kait mengait dari rantai pasok, pemerintah dan pelaku usaha diharapkan tidak menyandarkan kebutuhan impor barang dan jasa dari negara tertentu.

Akan tetapi, perlu memperluas dari beberapa negara, sehingga pemerintah dan pelaku usaha memiliki berbagai alternatif negara tujuan impor.

Langkah ini untuk menghindari ketergantungan impor terhadap negara tertentu.

Deregulasi kebijakan impor, khususnya dari sektor pangan dan energi, juga diharapkan mempermudah akses rakyat terhadap komoditas tersebut dengan tingkat harga yang lebih terjangkau, sehingga barang impor yang menjadi public good tidak menjadi beban ekonomi rakyat dan fiskal pemerintah.

Said juga menyoroti Indonesia telah meratifikasi perjanjian Free Trade Agreement (FTA) setidaknya dengan 18 negara dengan berbagai skema, baik bilateral, regional maupun multilateral.

“Skema FTA ini harus mampu meningkatkan Revealed Comparative Advantage (RCA) barang barang Indonesia, dengan demikian manfaat kita meratifikasi FTA memberi manfaat scale up perekonomian nasional,” tandasnya.

Baca juga: Gerindra: Megawati Dukung Pemerintahan Prabowo dari Luar

Sebelumnya,  Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto, memberikan arahan tegas kepada Menteri Pertanian Amran Sulaiman dan Menteri Perdagangan Budi Santoso untuk menghapus sistem kuota impor terhadap sejumlah produk yang menyangkut kebutuhan dasar masyarakat.

Dalam pernyataannya, Prabowo mencontohkan impor daging sapi sebagai salah satu sektor yang seharusnya tidak lagi dibatasi oleh kuota.

"Saya minta ada Mentan, Mendag enggak usah lagi ada kuota-kuota, enggak ada lagi kuota. Siapa mau impor daging silakan impor. Mau impor apa silahkan buka saja. Rakyat kita juga pandai kok jangan pakai kuota," tegas Prabowo saat menghadiri Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Republik Indonesia di Jakarta, Selasa, 8 April 2025.

Presiden juga menyoroti pentingnya menjaga netralitas dalam proses impor, dengan tidak memberikan keistimewaan kepada segelintir perusahaan tertentu yang selalu mendapatkan hak impor.

x|close