DPR Tolak Pengiriman Besar-besaran Pekerja Domestik ke Saudi

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 28 Apr 2025, 19:01
thumbnail-author
Moh. Rizky
Penulis
thumbnail-author
Tim Redaksi
Editor
Bagikan
Ilustrasi TKI atau PMI. Ilustrasi TKI atau PMI. (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Yahya Zaini mengaku tak setuju apabila pemerintah mengirim pekerja migran Indonesia (PMI) sektor domestik secara besar-besaran usai moratorium dibuka.

Menurut politisi Golkar ini, pengiriman PMI harus selektif menyusul banyaknya insiden. Pengiriman pekerja domestik secara besar-besaran, menurutnya justru kurang arif.

"Karena kita sudah lama melakukan moratorium, maka tiba-tiba dibuka begitu, jebol," ujar Yahya, dalam rapat dengan Kementerian P2MI dan Kemenaker, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 28 April 2025.

Pemerintah mengatur jenis pekerjaan domestik melalui Keputusan Menteri Ketenagakerjaan (Kepmenaker) Nomor 1 Tahun 2015 tentang Jabatan yang Bisa Diduduki oleh Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri untuk Pekerjaan Domestik.

Terdapat tujuh kategori pekerjaan yang diizinkan, yaitu pengurus rumah tangga (housekeeper), penjaga bayi (babysitter), juru masak keluarga (family cook), pengasuh lansia (care taker), sopir keluarga (family driver), tukang kebun (gardener), dan pengasuh anak (child care worker).

Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) melaporkan sebanyak 700 Pekerja Migran Indonesia (PMI) non-prosedural telah dideportasi oleh Pemerintah Arab Saudi selama Januari 2025.   <b>(Antara: Azmi Samsul Maarif)</b> Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) melaporkan sebanyak 700 Pekerja Migran Indonesia (PMI) non-prosedural telah dideportasi oleh Pemerintah Arab Saudi selama Januari 2025. (Antara: Azmi Samsul Maarif)

Yahya usul, pemerintah perlu mengirim tenaga kerja sektor formal terlebih dahulu. Kala bisa, kata dia, kerja samanya berkonsep antar pemerintah (government to government/G to G), bukan antar perusahaan (business to business/B to B).

"G to G, Pak Menteri, karena G to G itu zero accident, zero case. Pengalaman kita mengirim tenaga formal G to G ke Korsel dan Jepang sampai dengan saat ini tidak pernah ada kedengaran kasus yang terjadi karena semuanya jelas," kata dia.

Sebelum itu, Yahya menyarankan agar pemerintah melakukan profilisasi (profiling) jenis pekerjaan yang diminati di Arab Saudi. Profilisasi diperlukan guna merumuskan konsep perlindungan yang diambil pemerintah, utamanya jika kebutuhan pekerja di sektor domestik lebih banyak.

"Kalau misal yang banyak pekerja rumah tangga, maka ini harus hati-hati kita untuk memberikan perlindungan. Sehingga tidak secara otomatis pengirimannya langsung dibuka untuk domestik," kata dia.

Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding  <b>(NTVnews.id/Deddy Setiawan)</b> Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding (NTVnews.id/Deddy Setiawan)

Pemerintah berencana mencabut moratorium pengiriman PMI ke Arab Saudi, setelah dibekukan sejak 2015 berdasarkan Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 260 Tahun 2015, menyusul tingginya angka kekerasan terhadap PMI. Menteri P2MI Abdul Kadir Karding menjelaskan, pencabutan tersebut baru akan dilakukan setelah semua persiapan teknis selesai.

Karding mengatakan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) yang direncanakan akan menjadi simbolis dimulainya pengiriman PMI ke Arab Saudi. Usai pencabutan moratorium, pemerintah berencana mengirim sekitar 600.000 PMI, terdiri dari 400.000 untuk pekerjaan domestik dan 200.000 untuk sektor keterampilan (skilled labour).

Pemerintah pun berencana mengubah komposisi pengiriman PMI, dari 80 persen untuk pekerjaan domestik menjadi 60 persen. Pemerintah menargetkan dapat memenuhi sekitar 297.000 job order dari luar negeri pada 2025, dengan proyeksi penambahan menjadi 425.000 pada 2026.

x|close