Industri Tekstil Babak Belur, Sritex PHK 3.000 Karyawan

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 25 Jun 2024, 20:45
Muslimin Trisyuliono
Penulis
Beno Junianto
Editor
Bagikan
Sritex akui telah lakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada 3 ribu karyawan Sritex akui telah lakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada 3 ribu karyawan

Ntvnews.id, Jakarta -  Raksasa industri tekstil PT Sri Rejeni Isman Tbk (SRIL) atau Sritex telah melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK kepada 3.000 karyawannya.

"Jumlah karyawan dikisaran 13 ribu lebih ya. Nah di 2023 kemarin kita dikisaran 10 ribu, berarti sudah ada pengurangan sekitar 3 ribu orang," ucap Direktur Keuangan Sritex Welly Salam, Selasa (25/6/2024).

Welly menjelaskan PHK karyawan tidak dilihat sebagai hal yang tabu, sebab hal ini sebagai upaya mempertahankan kinerja perusahaan.

Namun saat ditanya mengenai apakah PHK masih akan tetap berlanjut, Welly menegaskan perusahaan masih menunggu kebijakan dari pemerintah yang mendukung industri tekstil di dalam negeri.

"Keputusan PHK di industri tekstil ini akan bergantung pada kebijakan-kebijakan yang diterbitkan pemerintah yang saat ini kita sedang tunggu. Tidak hanya dari Sritex, tapi juga industri tekstil di Indonesia," ungkapnya.

Sebelumnya, Welly menepis kabar perusahaan terlilit utang dan terancam bangkrut. Menurutnya perusahaan masih beroperasi dan tidak ada putusan pailit dari pengadilan.

"Tidak benar, karena perseroan masih beroperasi dan tidak ada putusan pailit dalam dari pengadilan," ucap Welly.

Welly menjelaskan, perusahaan telah memohon relaksasi kepada kreditur dan mayoritas sudah memberikan persetujuan atas relaksasi tersebut.

Dia menjelaskan, penyebab penurunan pendapatan secara drastis akibat Covid-19 dan persaingan ketat di industri tekstil global.

"Kondisi geopolitik perang di Rusia-Ukraina serta Israel-Palestina menyebabkan terjadinya gangguan supply chain dan juga penurunan ekspor karena terjadi pergeseran prioritas oleh masyarakat kawasan Eropa maupun Amerika Serikat," ucapnya.

Selain itu, terjadinya over supply tekstil dari China menyebabkan terjadinya dumping harga yang mana produk-produk ini menyasar terutama ke negara-negara di luar Eropa dan China yang longgar aturan impornya, salah satunya Indonesia.

"Situasi geopolitik dan gempuran produk China masih terus berlangsung sehingga penjualan belum pulih," ucapnya.

Kendati demikian, Welly menyebut perseoran tetap beroperasi dengan menjaga keberlangsungan usaha serta operasional dengan menggunakan kas internal maupun dukungan sponsor.

x|close