Setoran Pajak Hingga Pertengahan 2024 Anjlok ke Rp1.028 Triliun, Sri Mulyani Ungkap Penyebabnya

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 8 Jul 2024, 20:45
Muslimin Trisyuliono
Penulis
Beno Junianto
Editor
Bagikan
Menkeu Sri Mulyani Menkeu Sri Mulyani

Ntvnews.id, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyampaikan penerimaan perpajakan pada semester I 2024 mencapai Rp1.028 triliun.

Bendahara Negara itu mengatakan, angka tersebut mengalami perlambatan 7% dibanding tahun sebelumnya sebesar Rp1.105,6 triliun.

"Penerimaan perpajakan mencapai Rp1.028 triliun atau 44,5% dari target APBN 2024. Ini Artinya mengalami kontraksi 7% karena tahun lalu semester I kita bisa mencapai Rp1,105,6 triliun," ucap Sri Mulyani dalam Raker dengan Badan Anggaran DPR RI pada Senin (8/7/2024).

Sri Mulyani menjelaskan, penerimaan dari sisi pajak sebesar Rp893,8 triliun atau sekitar 44,9% dari target target APBN 2024.

Penerimaan ini terkoreksi 7,9% dibandingkan periode tahun lalu yang tercatat Rp 970,2 triliun.

Penurunan pajak terutama disebabkan penurunan PPh Badan akibat turunnya profitabilitas perusahaan di tahun sebelumnya sebagai dampak moderasi harga komoditas di tahun 2023

"Artinya perusahaan ini masih profitable, tapi keuntungannya tidak setinggi tahun sebelumnya karena harga komoditas mengalami koreksi yang sangat dalam," ucap Sri Mulyani

"Jadi bukan mereka rugi, tapi profitnya mengalami penurunan sehingga pembayaran pajak badan juga mengalami penurunan," sambungnya.

Lebih lanjut, penerimaan untuk kepabeanan dan cukai tercatat sebesar Rp134,2 triliun atau 41,8% dari APBN 2024.

Penerimaan dari bea dan cukai ini terkontraksi 0,9% secara tahunan, di mana pada periode yang sama tahun lalu mencapai Rp 135,4 triliun.

Sri Mulyani membebeerkan kinerja penerimaan kepabeanan dan cukai dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu cukai, bea keluar dan bea masuk.

Di mana untuk cukai telah terjadi downtrading ke golongan rokok yang lebih murah sehingga berdampak ada penurunan tarif efektif.

Kemudian bea keluar dipengaruhi penurunan harga CPO yang lebih rendah dan kebijakan relaksasi ekspor mineral mentah, serta terakhir bea masuk dipengaruhi nilai impor dan kurs dolar AS terhadap rupiah.

Halaman
x|close