Ntvnews.id, Jakarta - Suami artis Sandra Dewi yang juga terdakwa kasus korupsi pengelolaan timah, Harvey Moeis, mengaku merasa bersalah kepada Helena Lim. Harvey merasa bahwa gara-gara dirinya, bos PT Quantum Skyline Exchange (QSE) atau crazy rich Pantai Indak Kapuk (PIK) itu, kini harus berurusan dengan hukum.
Menurut Harvey, rekomendasinya ke pengusaha smelter timah, membuat Helena turut menjadi terdakwa dalam kasus ini.
Ini dinyatakan Harvey dalam sidang lanjutan perkara yang menjeratnya, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat, 6 Desember 2024. Harvey awalnya diminta menjelaskan mekanisme pengumpulan dana CSR.
"Jadi 2-3 bulan setelah kami bersepakat, salah satu smelter seingat saya Pak Aon (Tamron) itu menghubungi saya, dia bilang 'Pak ini ada mau kasih dana', terus beliau kirim kurir atau melalui orangnya beliau, lalu beliau bilang karena beliau lagi di Bangka, dia bilang 'Agak susah nih money changer, apa ada rekomendasi money changer di Jakarta yang bisa setelah itu langsung kirim ke Pak Harvey aja biar gampang gitu?'. Saya bilang 'Kalau memang Bapak tidak ada kenalan di Jakarta, saya ada teman namanya Bu Helena'. (Dijawab) 'oke', itu aja," ujar Harvey.
"Berarti pada saat itu dikenalkanlah Helena dengan Pak Tamron?" respon jaksa.
"Belum. Setelah itu Pak Tamron sempat satu kali lagi nanya saya, 'Pak yang Bu Helena itu saya mau tukar duit gitu'. Beliau minta tanya rate-nya, terus jadi saya jadi orang tengah gitu. Saya komunikasikan berdua, setelah deal, akhirnya oke, lalu saya bilang ke Pak Tamron 'Pak langsung aja ke orangnya' gitu. Setelah itu akhirnya mereka berdua langsung berhubungan," jawab Harvey.
Jaksa penuntut umum (JPU) pun bertanya alasan menggunakan money changer dalam transaksi yang disebut CSR hasil kesepakatan smelter swasta dengan PT Timah. Harvey menyebut hal itu merupakan kesepakatan awal untuk bertransaksi dengan mata uang dolar.
"Artinya siapa yang memiliki inisiasi menggunakan Helena di dalam konteks mekanisme penyerahan uang tadi?" tanya jaksa.
"Tidak ada yang menginisiasi menggunakan Helena, saya ditanya ada rekomendasi money changer atau tidak?" jawab Harvey.
"Itu siapa yang awal bilang? Pak Tamron?" tanya jaksa lagi.
"Betul," jawab Harvey kembali.
Menurut jaksa, Tamron yang merupakan beneficial owner CV Venus Inti Perkasa dan PT Menara Cipta Mulia, bersaksi bahwa Harvey menginisiasi untuk menggunakan money changer milik Helena. Harvey pun merasa bersalah karena merekomendasikan money changer milik Helena untuk transaksi.
"Kata Pak Tamron di kesaksian yang lain saudara yang merekomendasi Helena, mana yang benar?" tanya Jaksa.
"Saya yang benar, dan saya sangat merasa bersalah kepada Ibu Helena karena saya merekomendasi dia, dia sampai harus masuk penjara," jawab Harvey.
Diketahui, dalam dakwaan jaksa, Harvey disebut sebagai pihak yang mewakili PT Refined Bangka Tin dalam urusan kerja sama dengan PT Timah yang merupakan BUMN. Harvey dikatakan melakukan kongkalikong dengan terdakwa lain terkait proses pemurnian timah yang ditambang secara ilegal dari wilayah tambang PT Timah yang merupakan BUMN.
Menurut jaksa, kerja sama sewa peralatan processing pelogaman timah PT Timah dengan lima smelter swasta itu cuma akal-akalan belaka. Harga sewanya, kata jaksa juga jauh melebihi nilai harga pokok penjualan (HPP) smelter PT Timah.
Harvey disebut meminta pihak-pihak smelter menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan. Keuntungan yang disisihkan seolah-olah untuk dana corporate social responsibility (CSR).
Atas aksinya, Harvey Moeis dan Helena Lim disebut memperkaya diri sebesar Rp 420 miliar. Harvey Moeis juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Helena sendiri dituntut 8 tahun penjara, denda Rp 1 miliar dan membayar uang pengganti Rp 210 miliar.