Mengenal Penyakit Demam Kelinci, Kasusnya Tengah Melonjak di AS

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 3 Jan 2025, 18:30
thumbnail-author
Muhammad Hafiz
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Ilustrasi Bakteri atau Virus Ilustrasi Bakteri atau Virus

Ntvnews.id, Jakarta - Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) melaporkan bahwa selama sepuluh tahun terakhir, kasus penyakit Tularemia atau demam kelinci meningkat sebesar 56 persen.

Dikutip dari Medical Daily pada Jumat, 3 Januari 2025, demam kelinci adalah penyakit zoonosis langka yang bisa berbahaya bagi kesehatan manusia. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Francisella tularensis, yang dapat menular melalui gigitan serangga, kontak langsung dengan hewan terinfeksi, inhalasi aerosol yang terkontaminasi, atau konsumsi air tercemar. Namun, penyakit ini tidak menular antar manusia.

Baca juga: CDC Temukan Infeksi Salmonella Terkait Timun Terkontaminasi, Apa Dampaknya?

Tularemia dapat memengaruhi berbagai bagian tubuh seperti kelenjar getah bening, kulit, mata, tenggorokan, paru-paru, dan usus. Gejalanya bergantung pada cara bakteri masuk ke tubuh dan bisa meliputi demam, pembengkakan kelenjar getah bening, luka pada kulit, sakit tenggorokan, dan infeksi mata. Pada kasus yang lebih serius, infeksi ini bisa menyebabkan peradangan pada otak dan jantung, serta pneumonia.

Tidak ada vaksin untuk mencegah infeksi ini, tetapi penyakit ini dapat diobati dengan antibiotik. Jika tidak ditangani, infeksi ini berpotensi menyebabkan kematian pada lebih dari dua persen kasus, tergantung pada jenis bakteri yang terlibat.

“Selama tahun 2011–2022, 47 negara bagian melaporkan 2.462 kasus tularemia (0,064 per 100.000 penduduk), yang menunjukkan peningkatan insiden sebesar 56 persen dibandingkan dengan tahun 2001–2010,” ujar CDC. “Insiden tertinggi terjadi pada anak-anak berusia 5–9 tahun, pria yang lebih tua, dan penduduk Indian Amerika atau Penduduk Asli Alaska, yang insidennya sekitar lima kali lipat dari orang kulit putih,” tambahnya.

Laporan CDC juga menyebutkan bahwa sekitar setengah dari seluruh kasus tularemia berasal dari empat negara bagian, dengan Arkansas mencatatkan 18 persen kasus, diikuti oleh Kansas dan Missouri masing-masing 11 persen, dan Oklahoma sebesar 10 persen.

Dalam hal perbedaan ras, orang kulit putih mencatatkan mayoritas kasus, yaitu 84 persen, diikuti oleh Indian Amerika/Penduduk Asli Alaska (AI/AN) sebesar 9 persen, Hispanik atau Latino sebesar 5 persen, Kulit Hitam atau Afrika-Amerika sebesar 2 persen, dan Asia atau Penduduk Kepulauan Pasifik sebesar 1 persen.

Peningkatan kasus belakangan ini bisa disebabkan oleh lebih banyak orang yang terinfeksi atau adanya peningkatan kemampuan sistem layanan kesehatan dalam mengidentifikasi dan mendiagnosis penyakit ini.

Untuk menurunkan jumlah kasus, CDC mendorong peningkatan kesadaran di kalangan penyedia layanan kesehatan, khususnya mereka yang bekerja dengan komunitas suku, guna memastikan diagnosis dan pengobatan tularemia dilakukan secara cepat dan tepat. 

(Sumber: Antara)

x|close