Ntvnews.id, Jakarta - Tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan penggeledahan di dua rumah dan satu kantor di Balikpapan, Kalimantan Timur, terkait dengan kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas pembiayaan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Dalam penggeledahan yang berlangsung dari 31 Juli hingga 2 Agustus 2024, KPK menyita sejumlah barang bernilai ekonomis.
Baca Juga:
LRT Jabodebek Uji Coba Penambahan Perjalanan, Waktu Tunggu Jadi Makin Singkat
Jusuf Kalla Kunjungi Pemakaman Ismail Haniyeh untuk Dukung Kedamaian
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, melaporkan bahwa barang-barang yang disita termasuk uang tunai sekitar Rp4,6 miliar, enam unit kendaraan, 13 logam mulia, sembilan jam tangan, 37 tas mewah, serta hampir 100 perhiasan. Selain itu, penyidik juga menyita barang bukti elektronik berupa laptop dan harddisk yang diduga terkait dengan kasus ini.
Gedung KPK. (Antara)
"Hasil penggeledahan tersebut, KPK telah melakukan penyitaan diantaranya berupa uang kurang lebih Rp4,6 milyar, enam unit kendaraan, 13 buah logam mulia, sembilan jam tangan, 37 tas mewah, kurang lebih 100 perhiasan," ujarnya,dikutip dari Antara.
Sebagai informasi, KPK sebelumnya telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka dalam kasus korupsi pemberian fasilitas kredit oleh LPEI. Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, menyebutkan bahwa tersangka terdiri dari penyelenggara negara dan pihak swasta.
Namun, KPK belum mengungkapkan identitas tersangka tersebut, sesuai dengan kebijakan untuk mengumumkan rincian kasus setelah penyidikan selesai.
Tessa menambahkan bahwa penetapan tujuh tersangka dilakukan pada 26 Juli 2024, dan proses penyidikan masih berlangsung dengan pemeriksaan saksi-saksi dan penyitaan barang bukti.
KPK memulai penyidikan kasus ini pada 19 Maret 2024 setelah meningkatkan status penyelidikan dari dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas kredit oleh LPEI.
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, menyatakan bahwa KPK sedang mempelajari tiga korporasi terkait kasus ini, sementara Kejaksaan Agung menyebutkan ada empat korporasi yang terindikasi terlibat. Total indikasi kerugian keuangan negara dari kasus ini mencapai Rp3,45 triliun.