Ntvnews.id, Jakarta - Perdana Menteri Bangladesh yang telah lama menjabat, Sheikh Hasina, mengundurkan diri dan meninggalkan negaranya pada Senin, 5 Agustus 2024, setelah para demonstran menentang jam malam militer dan menyerbu kediaman resminya.
"Hasina, yang telah memimpin selama 15 tahun, melarikan diri dari Dhaka bersama saudara perempuannya dengan helikopter menuju India," demikian dilaporkan oleh surat kabar Prothom Alo.
Dilansir dari reuters, pengunduran diri ini terjadi setelah berminggu-minggu pemerintahannya melakukan tindakan keras terhadap para demonstran yang menyebabkan hampir 300 orang tewas. Menurut laporan Reuters, keduanya mencari "tempat berlindung yang aman" jauh dari kediaman resmi Hasina.
Baca Juga: Bangladesh dan India Dihantam Topan Remal Akibatkan 16 Orang Tewas
Tidak ada pernyataan resmi langsung dari kantor Hasina, namun panglima militer Waker-Uz-Zaman dalam pidato yang disiarkan di televisi menyatakan bahwa perdana menteri telah mengundurkan diri, dan militer sedang berunding dengan presiden untuk membentuk pemerintahan sementara.
Pengunduran diri tersebut terjadi sehari setelah 95 orang tewas dan ratusan lainnya terluka akibat tindakan keras aparat terhadap para demonstran.
Gelombang protes nasional dimulai sebulan sebelumnya, setelah putusan Pengadilan Tinggi Bangladesh yang akan mengembalikan sistem kuota yang menyediakan 30% pekerjaan pemerintah bagi keturunan veteran perang kemerdekaan tahun 1971.
Protes ini, yang dipimpin oleh mahasiswa yang menganggap sistem kuota tersebut anti-meritokrasi, ditindak keras oleh pihak berwenang selama beberapa minggu.
Lebih dari 200 demonstran tewas bulan lalu, memicu protes lanjutan yang menuntut pertanggungjawaban dan pengunduran diri Hasina, yang telah memimpin negara itu sejak 2009.
Baca Juga: Makin Mencekam, Internet Terputus di Hampir Seluruh Wilayah Bangladesh
Partai yang dipimpin Hasina, Liga Awami, yang lahir dari gerakan kemerdekaan Bangladesh, telah mengokohkan kekuasaannya selama 15 tahun terakhir. Partai tersebut meraih kemenangan dalam empat pemilihan umum berturut-turut, termasuk yang terakhir pada bulan Januari, yang diboikot oleh pihak oposisi.
Selama masa kepemimpinan Hasina, yang kini berusia 76 tahun, pemerintahannya dicemari oleh penangkapan massal terhadap lawan politik, pembungkaman suara-suara yang berbeda pendapat, dan tuduhan pelanggaran hak asasi manusia.