Ntvnews.id, Jakarta - Pembatalan konser musik Taylor Swift di Wina, Austria, tetap meninggalkan kekecewaan di kalangan penggemar meskipun demi alasan keamanan. Namun, ancaman keamanan terhadap konser atau acara budaya di Eropa bukanlah hal baru.
Islamic State atau ISIS belakangan ini menjadi salah satu pihak yang mempopulerkan serangan teror terhadap acara budaya, yang sering kali menjadi target mudah dengan banyak korban jiwa.
Berikut adalah beberapa insiden terorisme yang menargetkan acara budaya di Eropa dalam beberapa tahun terakhir.
Agustus 2024: Pembatalan tiga konser Taylor Swift
Rencana serangan teror mengakibatkan pembatalan tiga konser Taylor Swift pada 8, 9, dan 10 Agustus di Stadion Ernst Happel, Wina. Menurut kepolisian, meskipun mayoritas dari 65.000 penonton konser sudah tiba di kota, konser tetap harus dibatalkan.
Baca Juga: Konser Eras Tour Taylor Swift di Austria Dibatalkan, 2 Terduga Teroris ISIS Ditangkap
Seorang tersangka utama berusia 19 tahun ditangkap dan mengaku berniat melakukan serangan bunuh diri untuk membunuh banyak orang. Bahan kimia dan peralatan teknis disita dari simpatisan ISIS tersebut.
Polisi juga menahan seorang remaja berusia 17 tahun terkait kasus ini. Meski ancaman serangan bom berhasil diatasi, kepolisian Austria telah memperingatkan peningkatan risiko terorisme dalam beberapa bulan terakhir.
Maret 2024: ISIS menyerang Balai Konser Crocus Moskow
Lebih dari 140 orang tewas dalam serangan di Balai Konser Crocus, pinggiran Moskow, pada Maret. Empat pria bersenjata menembaki pengunjung dan membakar kompleks tersebut.
ISIS, yang terlibat konflik dengan Rusia di Suriah dan aktif di Kaukasus, mengklaim bertanggung jawab. Namun, Rusia menuding Ukraina sebagai pelaku serangan. Ironisnya, serangan dimulai saat band rock Piknik akan membawakan lagu "Nothing to Fear."
Juni 2017: Alarm teror di "Rock am Ring"
Pada 2 Juni 2017, sekitar 86.000 penggemar rock harus dievakuasi dari lokasi festival setelah polisi menerima informasi tentang ancaman teror. Setelah penyelidikan, tidak ditemukan bukti rencana serangan, dan festival dilanjutkan keesokan harinya.
Baca Juga: Konser Tunggal Lesti Kejora, Seribu Tiket Langsung Sold Out dalam Hitungan Menit
Ketegangan ini mencerminkan situasi keamanan di Eropa setelah serangan di Paris dan Manchester.
Mei 2017: Pengeboman Manchester
Pada Mei 2017, serangan bom di Manchester Arena, Inggris, menewaskan 22 orang dan melukai ratusan lainnya. Pelaku berusia 22 tahun meledakkan bom saat penonton meninggalkan konser Ariana Grande. ISIS mengklaim bertanggung jawab, dan Ariana Grande kemudian mengadakan konser amal untuk korban.
Januari 2017: Serangan di klub malam Reina di Istanbul
Pada 1 Januari 2017, seorang pria bersenjata menyerang klub malam Reina di Istanbul selama pesta Malam Tahun Baru, menewaskan 39 orang. Pelaku berhasil melarikan diri namun ditangkap dua minggu kemudian. ISIS mengklaim serangan ini sebagai balasan atas intervensi militer Turki di Suriah.
Juli 2016: Serangan bunuh diri di festival musik di Ansbach
Pada 24 Juli 2016, seorang pembom bunuh diri meledakkan diri di festival "Ansbach Open" di Jerman, melukai 15 orang. Pelaku meledakkan bom di depan sebuah bar setelah ditolak masuk karena tidak memiliki tiket.
November 2015: Serangan ISIS di Bataclan, Paris
Pada 13 November, pelaku bersenjata menyerbu Bataclan saat konser band rock "Eagles of Death Metal," menewaskan 130 orang, dengan 90 di antaranya di Bataclan. Serangan ini adalah bagian dari serangkaian serangan terkoordinasi oleh ISIS di Paris, yang mengubah persepsi keamanan di Eropa secara drastis.