Ntvnews.id, Jakarta – Selamat datang di era baru. Teknologi digital telah, sedang, dan akan menjadi pendorong utama kemajuan Indonesia. Namun, dibalik peluang yang besar itu, terdapat tantangan sosial yang perlu diatasi bersama. Salah satu isu krusial adalah adanya kesenjangan digital (digital gap) yang masih cukup lebar di berbagai lapisan masyarakat.
Faktanya, merujuk kajian Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, rata-rata kebutuhan talenta digital sebanyak 458.043 orang per tahun dalam kurun waktu tahun 2025-2030. Ini baru masalah SDM. Selanjutnya, ada masalah ketidaksetaraan (relasi asimetris) antara platform dan konten. Contohnya: media pers resmi yang diatur ketat regulasi pemerintah dan media sosial yang justru bebas sekali dalam menyiarkan konten.
Baca Juga:
Jokowi soal Nasib Joni: Serahkan kePanglima TNI
Dasco Gerindra: PKS Bakal Masuk KIM
Sementara itu dari aspek perilaku publik netizen, dari 300 orang (masyarakat Indonesia) terdapat satu (1) orang yang memiliki kesadaran keamanan digital. Pemilik akun hanya memiliki satu password untuk banyak platform online, log in tapi tidak logout ketika berselancar di dunia digital. Dan berbagai aktivitas lain yang dapat merugikan pengguna teknologi digital. Sehingga Digital Security Measurement masyarakat Indonesia dinilai rendah.
Ekosistem Digital: Kolaborasi Pemerintah, Industri, dan Kampus Sebagai Kekuatan
Indonesia masih belum memiliki ekosistem konten digital yang kuat. Pembuat konten jalan sendiri-sendiri, sedangkan platform yang menyalurkan konten tersebut mendapatkan untung besar yang justru mengalir ke luar negeri. Diskusi konstruktif mengenai ekosistem digital di atas berlangsung pada audiensi Akademi Televisi Indonesia (ATVI) yang sedang bertransformasi menjadi Institut Media Digital EMTEK (IMDE) dengan Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika, Nezar Patria pada Selasa, (13/8) di Kantor Kementrian Komunikasi dan Informatika.
Diskusi ATVI Bersama Wamen Komunikasi dan Informatika: Bangun Ekosistem Digital Inklusif (Istimewa)
“Kampus berhadapan dengan kondisi masyarakat yang dikontrol oleh digital. Pemerintah, industri dan kampus adalah kekuatan kolaborasi untuk menjawab persoalan dari produksi dan distribusi konten serta dampak sosialnya”, ungkap Nezar yang pagi itu didampingi oleh Dirjen Aplikasi Informatika, Hokky Situngkir bersama Kepala BPSDM Kominfo, Hary Budiarto.
Didampingi oleh Wakil Direktur Akademik, Ciptono Budisetyo dan Wakil Direktur Non Akademik, Rewindinar, Direktur ATVI, Totok Amin Soefijanto, mempromosikan ekosistem digital. ATVI akan bekerjasama dengan Politeknik Multimedia di Yogyakarta yang merupakan PTKL (Perguruan Tinggi Kementerian/Lembaga) di bawah Kemenkominfo dalam menyelenggarakan pelatihan dan sertifikasi para profesional di bidang konten digital.
ATVI sebagai kampus yang melekat dengan industri (terafiliasi dengan Grup EMTEK) akan mendukung pemerintah dalam upaya membangun sinergi inklusif antara:
- Pemerintah: Bertanggung jawab dalam kebijakan mendukung pengembangan infrastruktur digital.
- Industri: Sebagai pelaku utama dalam pengembangan teknologi, industri memiliki peran penting dalam menciptakan inovasi yang bermanfaat bagi masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi digital.
- Kampus: Berkontribusi dalam menghasilkan sumber daya manusia yang kompeten di bidang digital dan membekali pembuatan konten yang kreatif dan bertanggung jawab.
“Apa yang terjadi dalam masyarakat akibat teknologi digital menjadi refleksi”, ungkap Nezar. Netizen punya akses menilai melalui media digital tanpa memiliki metodologi namun berdampak terhadap masyarakat real. Broadcasting yang telah menjadi narrowcasting. Dari dikonsumsi secara simultan (dalam waktu dengan konten yang sama seperti pada media konvensional), kini konten yang disiarkan meskipun simultan namun kendali ada pada audiens. Mereka dapat menonton dalam waktu kapan saja dengan platform yang berbeda. Definisi penyiaran digugat.
Oleh karenanya, Nezar juga menambahkan perlunya ruang diskusi dari ketiga perspektif antara pemerintah, industri dan kampus untuk mendefinisikan kembali broadcasting. Untuk menjawab tantangan digital di masa depan, Nezar menuturkan, “Punya growth mindset untuk kreatif”.
“Pengembangan ekosistem digital yang inklusif merupakan kunci keberhasilan Indonesia dalam menghadapi era digital. Kolaborasi yang erat antara pemerintah, industri, dan kampus menjadi sangat penting untuk mengatasi berbagai tantangan yang ada dan memaksimalkan potensi yang dimiliki. Dengan demikian, Indonesia dapat menjadi negara yang maju dan sejahtera di era digital”, ungkap Totok yang saat ini mengawal transformasi ATVI menjadi Institut Media Digital EMTEK (IMDE).