Ntvnews.id, Jakarta - Keputusan Airlangga Hartarto mundur dari jabatan Ketua Umum Golkar membuat geger.
Keputusan tersebut diambil di saat dinamika politik sedang kencang-kencangnya karena menghadapi pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak yang tinggal menghitung bulan.
Terlebih, partai berlambang pohon beringin itu sebenarnya bakal menggelar Musyawarah Nasional (Munas) pada Desember 2024.
"Saya mencoba menempatkan diri, seandainya saya dalam posisinya Pak Airlangga Hartarto, kenapa saya harus mutusin mengundurkan diri? Kemungkinannya apa saja? Apalagi kelihatan semuanya baik-baik saja. Semua senior Golkar mendukung Munas bulan Desember, lalu dia dipuji-puji oleh semua senior-senior Golkar," ujar jurnalis senior Bambang Harymurti saat menjadi bintang tamu Program DonCast yang dipandu jurnalis senior Nusantara TV, Don Bosco Selamun dan Donny de Keizer, Kamis (15/8/2024).
Dia menilai hubungan Airlangga dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden terpilih Prabowo Subianto juga terlihat sangat baik. "Sebagai orang yang berada di KIM (Koalisi Indonesia Maju), senior di KIM, partai paling besar di KIM, ketua, dan kelihatannya semuanya oke," sambungnya.
Baca Juga: Airlangga Buka-bukaan Soal Pembicaraan Dengan Bahlil di IKN, Bahas Apa?
"Kemarin laporan terakhir setelah ketemu Pak Jokowi kelihatan happy melaporkan ada surplus perdagangan dengan RRT (Republik Rakyat Tiongkok) dan macam-macam. Lalu tiba-tiba hari Minggu (11/8/2024), dan mengatakan hari Sabtu (10/8/2024) malam sudah mundur. Apa yang kira-kira menyebabkan itu?" tambah Bambang Harymurti.
Langkah Airlangga mengundurkan diri telah menimbulkan berbagai spekulasi. "Saya coba juga dengar omongan orang-orang yang dekat dengan dia. Ada yang bilang ini baik buat Pak Airlangga pribadi dan keluarganya. Jadi saya pikir kalau dari semua analisis itu, jelas ada satu pilihan yang berat bagi dia. Kalau dia tidak mundur itu beratlah kira-kira risikonya, karena itu dia putuskan mundur," imbuhnya.
Bambang Harymurti menduga keputusan mundur Airlangga adalah bentuk kepanikan Jokowi. "Saya pikir akhirnya kesimpulan saya, belum tentu benar ya, ini adalah pertanda Jokowi panik. Kenapa? Karena kita semua sudah tahu, kalau Munas Golkar itu bulan Desember, artinya efek Jokowi itu tidak ada lagi di sana. Padahal Pak Jokowi itu akan punya pengaruh besar yang terakhir tanggal 29 Agustus," ucapnya.
"Karena begitu 29 Agustus, semua pencalonan sudah masuk. Pak Jokowi posisinya sebagai lame duck (bebek lumpuh) akan terjun langsung," cetusnya.
Menurutnya, jika Jokowi sudah tidak berkuasa dan bukan ketua partai, maka dia dianggap bukan siapa-siapa lagi. "Kadang-kadang hukum karma, kalau kita menggunakan politisasi hukum terhadap lawan politik kita, pada saat kita tidak berkuasa, musuh politik kita bisa menggunakan politisasi terhadap kita dan keluarga kita," tukas Bambang Harymurti.