Ntvnews.id, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dipastikan melakukan reshuffle kabinet pada hari ini. Salah satu pejabat yang diganti, adalah Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito.
Kabarnya, Penny digantikan oleh Taruna Ikrar. Taruna sendiri bukan sosok yang asing di dunia kedokteran. Ia seorang yang kontroversial. Gelar profesor yang ia miliki bahkan telah dicabut.
Gelar profesor Taruna, dicabut oleh
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim. Taruna Ikrar sebelumnya merupakan guru besar di Universitas Malahayati, Bandar Lampung.
Pencabutan gelar profesor Taruna Ikrar tertuang dalam Keputusan Mendikbudristek (Kepmendikbudristek) No 48674/M/07/2023 tentang Penyetaraan Jabatan Akademik Dosen tertanggal 30 Agustus 2023.
"Mencabut Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 64672/MPK.A/KP.07.00/2022 tanggal 10 Oktober 2022, tentang Penyetaraan Jabatan Akademik Dosen sebagai Profesor atas nama Taruna Ikrar, dr., M.Biomed., Ph.D," bunyi Kepmendikbudristek tersebut.
Taruna Ikrar sebelumnya menyandang gelar profesor per 1 Juli 2022 berdasarkan Kepmendikbudristek No 64672/MPK.A/KP.07.00/2022 tertanggal 10 Oktober 2022.
Lalu, Surat Plt. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Dirjen Diktiristek) Nomor 0728/E.E4/RHS/DT.04.01 /2023 tanggal 21 Agustus 2023 merekomendasikan pembatalan keputusan penyetaraan jabatan akademik profesor tersebut karena tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
"Apabila terdapat kekeliruan, keputusan ini akan diperbaiki. Asli keputusan ini disampaikan kepada dosen yang bersangkutan," bunyi Kepmendikbudristek baru itu.
Plt Dirjen Diktiristek Kemendikbudristek Prof Nizam menjelaskan, jika pencabutan gelar profesor bagi Taruna Ikrar disebabkan oleh adanya kecurangan. "Ada fraud di dalam usulan penyetaraan guru besarnya," kata Nizam, Sabtu (4/11/2023).
Taruna Ikrar adalah dokter dan peneliti di bidang farmasi, jantung, dan saraf. Pada Rabu (23/8/2023), ia tercatat masih memberikan kuliah umum terapi kanker otak pada 150 mahasiswa angkatan 2021 di Prodi Pendidikan Dokter Umum, Fakultas Kedokteran di kampusnya.
Penyerahan SK Guru Besar bagi Taruna Ikrar dilakukan Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah II Prof Iskhaq Iskandar di ruang rapat Gedung Rektorat Universitas Malahayati Bandar Lampung pada Rabu (9/11/2022).
Mengutip dari laman Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti), Taruna Ikrar lulus sebagai Sarjana Kedokteran dari Universitas Hasanuddin (Unhas) pada 1994. Ia lalu meraih gelar dokter di kampus yang sama pada 1997.
Taruna Ikrar pun tercatat menyelesaikan studi magister di Universitas Indonesia (UI) pada 2003. Ia meraih gelar PhD pada 2008 dari Niigata University of Pharmacy and Applied Life Science, Jepang.
Dia termasuk ilmuwan yang cukup aktif berorganisasi. Dia pernah menjabat Tenaga Ahli bidang dokter muda di periode 2000-2003.
Pada tahun 2009, ia merupakan salah satu pemegang paten metode pemetaan otak manusia sejak tahun 2009. Kemudian tahun 2012, Taruna Ikrar sempat menjabat sebagai spesialis laboratorium di departemen anatomi dan neurobiologi di Universitas California di Irvine.
Taruna Ikrar saat ini menjabat sebagai Ketua Konsil Kedokteran di bawah wewenang Konsil Kedokteran Indonesia (KKI).
Nama Taruna Ikrar sempat kontroversial tahun 2017 silam karena klaim gelar profesor bidang biomedical sciences dan jabatan dekan di Pacific Health Sciences University (PSHU), Amerika Serikat. Saat itu, rekam jejak Taruna Ikrar sempat ramai dipertanyakan oleh netizen.
Gelar dan rekam jejak Taruna Ikrar dipertanyakan lewat tulisan seseorang bernama Ferizal Ramli di blog dan Facebook. Dalam tulisannya, Ferizal menyebut tidak ada konfirmasi valid dari rekam jejak Taruna Ikrar yang tertulis di media sosial.
Perihal rekam jejaknya, Taruna mengakui telah menjadi dosen dan profesor di Pacific Health Science University sejak Januari 2017.
"Guru besar di AS beda dengan Indonesia. Kalau di Indonesia, guru besar harus lewat pengesahan universitas, dari universitas dikirim ke Dikti, baru dikirim ke Setneg. Tapi kalau di AS, universitas itu independen, mandiri. Tiap universitas berhak mengangkat guru besar sendiri seperti dia angkat dosen," kata Taruna Ikrar.
Kala itu, Ikrar mengklaim PSHU merupakan universitas yang baru berdiri di California, AS. Sebagai universitas baru, menurutnya, terdapat kekhususan dalam metode belajar-mengajar di PSHU.
"Sebagai universitas baru, tentu universitas ini jangan dibandingkan dengan universitas besar, kan baru tahun pertama," kata Taruna Ikrar.
Taruna Ikrar juga pernah tersangkut dalam nominasi Nobel Kedokteran. Ikrar menyebut kontroversi disebabkan karena salah kutip saat wawancara namun dia tak langsung membetulkannya.
"Pada saat publish, kami berharap ini jadi sebuah prestasi tertinggi. Berharap jadi Nobel. Masalahnya, kata 'berharap'-nya ini hilang dan sudah beredar ke mana-mana. Kita tidak bermaksud berbohong. Kesalahan saya adalah kenapa ada yang terbit satu kali lalu saya tidak klarifikasi. Harusnya saya klarifikasi," kata Ikrar.
"Saya tidak pernah niat berbohong, niatnya memberi motivasi bahwa anak bangsa Indonesia punya karya yang berharap potensial dapat Nobel, tapi kan belum," imbuhnya.