Putusan MK soal Syarat Usia Paslon Pilkada Bikin Kaesang Gagal Ikut Pilgub Jateng?

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 20 Agu 2024, 13:32
Moh. Rizky
Penulis
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep menyambangi Kantor DPP PKB, Jakarta, Selasa (6/8/2024). Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep menyambangi Kantor DPP PKB, Jakarta, Selasa (6/8/2024). (dok.Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep berpeluang gagal mengikuti Pilgub Jawa Tengah (Jateng) 2024. Ini terjadi usai Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan terhadap Undang-Undang tentang Pilkada, namun menyatakan syarat usai calon kepala daerah minimal 30 tahun, harus dihitung saat penetapan pasangan calon.

Kaesang sendiri saat ini masih berumur 29 tahun. Ketua Umum PSI itu baru akan memasuki usia 30 tahun, pada bulan Desember 2024.

Di sisi lain, sejumlah partai politik telah menyatakan dukungannya kepada Kaesang untuk maju di Pilgub Jateng mendampingi Komjen Ahmad Luthfi. Sehingga, dukungan tersebut nampaknya takkan berarti apa-apa mengacu putusan MK terbaru ini. 

Sebelumnya, MK menolak gugatan UU Pilkada. Sidang putusan perkara Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, A Fahrur Rozi, dan mahasiswa Podomoro University, Anthony Lee itu, digelar di Gedung MK, Selasa (20/8/2024).

Pada pertimbangannya, MK menyebut praktik yang ada selama ini berlangsung menunjukkan perhitungan syarat usia calon kepala daerah dihitung kala penetapan pasangan calon oleh KPU. MK mengatakan penghitungan syarat usia calon kepala daerah telah dihitung saat penetapan pasangan calon pada Pilkada 2017, 2018 hingga 2020.

MK menyatakan penghitungan serupa juga diterapkan untuk pendaftaran calon presiden-wakil presiden hingga calon anggota legislatif. Menurut MK, apabila ada perbedaan perlakuan soal kapan penghitungan syarat usia bagi calon kepala daerah, maka sama saja membiarkan ketidakpastian hukum.

"Persyaratan usia minimum, harus dipenuhi calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah ketika mendaftarkan diri sebagai calon," kata MK.

"Titik atau batas untuk menentukan usia minimum dimaksud dilakukan pada proses pencalonan yang bermuara pada penetapan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah," sambungnya.

MK menyebut, norma pasal 7 ayat 2 huruf e UU Pilkada itu sudah jelas dan terang benderang. MK mengatakan tidak perlu ada penambahan makna apapun.

"Menimbang bahwa setelah Mahkamah mempertimbangkan secara utuh dan komprehensif berdasarkan pada pendekatan historis, sistematis dan praktik selama ini, dan perbandingan, pasal 7 ayat 2 huruf e UU 10/2016 merupakan norma yang sudah jelas, terang-benderang, bak basuluh matohari, cheto welo-welo, sehingga terhadapnya tidak dapat dan tidak perlu diberikan atau ditambahkan makna lain atau berbeda selain dari yang dipertimbangkan dalam putusan a quo, yaitu persyaratan dimaksud harus dipenuhi pada proses pencalonan yang bermuara pada penetapan calon," ujar Wakil Ketua MK Saldi Isra.

MK menegaskan, pertimbangan dalam putusan ini mengikat pada semua penyelenggara Pemilu dan warga. MK mengatakan calon kepala daerah yang tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur UU, maka calon itu dapat dinyatakan tidak sah oleh MK dalam sidang sengketa hasil Pilkada.

"Persyaratan dimaksud harus dipenuhi pada proses pencalonan yang bermuara pada penetapan calon," kata Saldi.

Walau begitu, MK menolak untuk menambahkan pemaknaan baru terhadap pasal tersebut. MK menilai penambahan pemaknaan dapat menimbulkan permasalahan hukum lain pada syarat-syarat yang telah diatur dalam UU Pilkada.

"Bilamana terhadap norma pasal 7 ayat 2 huruf e UU 10/2016 ditambahkan makna seperti yang dimohonkan para pemohon, norma lain yang berada dalam rumpun syarat calon berpotensi dimaknai tidak harus dipenuhi saat pendaftaran, penelitian dan penetapan sebagai calon kepala daerah dan wakil kepala daerah," ujar Wakil Ketua MK Saldi Isra.

"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo.

x|close