Ntvnews.id, Jakarta - Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Achmad Baidowi (Awiek), menyatakan bahwa pembahasan hasil Rancangan Undang-Undang (UU) Pilkada akan tetap sejalan dengan putusan terbaru Mahkamah Konstitusi mengenai syarat pencalonan. Awiek menegaskan bahwa pihaknya akan mengakomodasi putusan tersebut.
"Tentu yang paling poin di putusan MK itu adalah mengakomodasi partai nonparlemen untuk bisa mengusung. Nah, hal itu tentunya akan diakomodir dalam pembahasan nanti, itu tidak boleh kita melenceng dari itu," kata Awiek kepada wartawan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 21 Agustus 2024.
Awiek juga menekankan peran DPR sebagai pemegang otoritas dalam pembentukan undang-undang dan menyatakan tidak ingin adanya pertentangan antara keputusan MK dengan DPR.
Baca Juga: Soal Revisi UU Pilkada di DPR, Ruang Baleg Dikawal Ketat Brimob
"Yang penting kami mengingatkan bahwa sesuai dengan UUD 1945 Pasal 20 bahwa DPR memegang kekuasaan dalam pembentukan UU, itu clear. Ya, terserah DPR," ujar Awiek.
"Tapi kemudian supaya tidak ada, tidak dibentrokkan hukum istilahnya ataupun terjadi nanti kegaduhan politik hukum, maka kemudian ada terobosan hukum yang dilakukan," sambungnya.
Keputusan MK Terkait Pilkada
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora terhadap UU Pilkada. MK memutuskan bahwa partai atau gabungan partai politik yang ikut pemilu tetap dapat mengajukan calon kepala daerah meskipun tidak memiliki kursi di DPRD.
Baca Juga: DPR Ogah Pakai Putusan MK, Kaesang Tetap Bisa Maju Pilkada!
Putusan terkait perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora ini diumumkan dalam sidang di gedung MK, Jakarta Pusat, pada Selasa (20/8). Dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada dianggap inkonstitusional.
MK menjelaskan bahwa inti dari pasal tersebut serupa dengan penjelasan Pasal 59 ayat (1) UU 32/2004, yang sebelumnya telah dinyatakan inkonstitusional oleh MK. MK juga menyatakan bahwa pembuat undang-undang justru kembali memasukkan norma yang telah dinyatakan inkonstitusional ke dalam pasal UU Pilkada.
Sebagai konsekuensi dari inkonstitusionalitas Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada, MK menyebut bahwa hal ini juga berdampak pada pasal lainnya, yaitu Pasal 40 ayat (1), yang kemudian diubah oleh MK.