Maruarar Siahaan Sebut MK Itu "The Least Dangerous Branch"

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 23 Agu 2024, 09:34
Adiantoro
Penulis & Editor
Bagikan
Hakim Konstitusi 2003-2008, Maruarar Siahaan saat tampil sebagai bintang tamu dalam Program DonCast di Nusantara TV yang dipandu jurnalis senior Don Bosco Selamun dan Tascha Liudmila, Kamis, 22 Agustus 2024. Hakim Konstitusi 2003-2008, Maruarar Siahaan saat tampil sebagai bintang tamu dalam Program DonCast di Nusantara TV yang dipandu jurnalis senior Don Bosco Selamun dan Tascha Liudmila, Kamis, 22 Agustus 2024.

Ntvnews.id, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) dibentuk pada 2003 karena adanya kebutuhan menjawab berbagai persoalan hukum dan ketatanegaraan sebelumnya. 

Guna mengatasi berbagai persoalan tersebut, MK diberi mandat oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945) untuk melaksanakan lima kewenangan konstitusional. 

Yakni menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-undang Dasar, memutus pembubaran partai politik serta memutus perselisihan hasil pemilihan umum, dan memberi pendapat kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait dengan pemakzulan presiden dan wakil presiden.

Kewenangan konstitusional yang dimiliki oleh MK tersebut pada dasarnya merupakan pengejawantahan prinsip checks and balances yang bermakna setiap lembaga negara memiliki kedudukan yang setara, sehingga terdapat pengawasan dan keseimbangan dalam penyelenggaraan negara.

Namun, ketika kewenangan MK bertabrakan dengan kewenangan legislatif, apa sesungguhnya yang terjadi?

Hakim Konstitusi 2003-2008, Maruarar Siahaan mengatakan, di dalam organ konstitusi yang ada di seluruh dunia, MK sejatinya disebut "the least dangerous branch", atau paling lemah.

"Dia (MK) tidak punya senjata, tidak punya kantong, tidak punya yang lain-lain, bahkan untuk memaksa putusan itu tidak bisa. Oleh karena itu disebutkan MK paling lemah," ujar Maruarar Siahaan. 

Hal itu diungkapkan Maruarar Siahaan saat tampil sebagai bintang tamu dalam Program DonCast di Nusantara TV yang dipandu jurnalis senior Don Bosco Selamun dan Tascha Liudmila, Kamis, 22 Agustus 2024.

  Hakim Konstitusi 2003-2008, Maruarar Siahaan saat tampil sebagai bintang tamu dalam Program DonCast di Nusantara TV yang dipandu jurnalis senior Don Bosco Selamun dan Tascha Liudmila, Kamis, 22 Agustus 2024. Hakim Konstitusi 2003-2008, Maruarar Siahaan saat tampil sebagai bintang tamu dalam Program DonCast di Nusantara TV yang dipandu jurnalis senior Don Bosco Selamun dan Tascha Liudmila, Kamis, 22 Agustus 2024.

Baca Juga: Sempat Heboh Soal Jokowi 3 Periode, Mahfud MD: Saya Ada di Dalam Ikut Permainan-Permainan Itu Semua

Dia menyebutkan, kekuatan MK hanya terletak pada mandat yang diberikan konstitusi. "Kalau kita perhatikan seharusnya semua pejabat, coba perhatikan sumpahnya, dari presiden sampai yang terendah, sumpah setia kepada konstitusi," sambungnya.

Namun, dia menilai, saat ini yang menjadi permasalahan adalah sumpah tersebut hampir tidak ada artinya lagi.

Apakah itu artinya ada celah untuk pembangkangan? tanya Don Bosco Selamun.

"Sebenarnya tidak ada, tetapi proses perebutan, proses pergulatan kekuatan antara pembentuk undang-undang dengan MK. Maksudnya, bagaimana mengimbangi atau mencek kekuatan-kekuatan di pemerintahan dan pembentukan undang-undang, sehingga tidak melenceng dari konstitusi," jawab Maruarar Siahaan.  

Dia menyebutkan, pada praktiknya MK kerap berbenturan dengan kekuasaan yang sedikit banyak tidak mengikuti putusan dari MK.

"Sekarang seperti pengalaman dalam praktiknya ternyata MK sering berbenturan dengan kekuasaan yang menghendaki dirinya sedikit banyak tidak mengikuti apa yang diputuskan, dan demokratisasi yang diinginkan dalam reformasi yang lalu. Jadi ketika satu negara menyatakan diri berada di jalur demokrasi, itu sebenarnya proses transisi yang panjang, membutuhkan kesabaran, dan di tengah-tengah ini tentu ada kalanya terdapat godaan-godaan. Maka di dalam proses transisi seperti ini, ada godaan untuk kembali sajalah kepada otoritarian," ucapnya.

"Karena ini nampak lebih efektif, ini lebih mahal, tetapi ketika godaan itu begitu besar, maka nampaknya kekuasaan itu yang akan siap melakukan itu selalu berhadapan dengan Mahkamah Konstitusi," tukas Maruarar Siahaan. 

x|close