Ntvnews.id, Bangkok - Thailand melaporkan kasus pertama virus mpox atau cacar monyet strain baru di Asia dan kedua di luar Afrika, dengan virus yang berpotensi mematikan. Menurut Departemen Pengendalian Penyakit Thailand, virus ini menginfeksi seorang pria Eropa berusia 66 tahun yang tiba di Bangkok dari negara Afrika yang tidak disebutkan pada 14 Agustus.
Dilansir dari CNA, Jumat, 23 Agustus 2024, pria tersebut mulai menunjukkan gejala sehari setelah kedatangannya dan segera pergi ke rumah sakit, di mana ia dipastikan terinfeksi mpox clade 1b.
Pemerintah Thailand telah melacak sekitar 43 orang yang melakukan kontak dekat dengan pria tersebut, termasuk penumpang yang duduk di dekatnya dan orang-orang yang bertemu dengannya setelah ia tiba. Semua individu ini akan dipantau selama 21 hari.
Selain itu, Thailand mewajibkan tes bagi orang-orang yang bepergian dari 42 "negara berisiko" saat tiba di negara tersebut.
Baca Juga: Gregoria Mundur dari Tur Asia 2024 karena Cacar Air
Sejak tahun lalu, setidaknya 450 orang telah meninggal akibat wabah mpox yang berpusat di Republik Demokratik Kongo, yang kemudian menyebar ke negara-negara tetangga seperti Burundi, Kenya, Rwanda, dan Uganda, yang sebelumnya tidak terdampak oleh mpox.
Situasi semakin serius karena mpox clade 1b kini juga ditemukan di bagian timur Republik Demokratik Kongo.
Swedia menjadi negara pertama di luar Afrika yang mengonfirmasi kasus mpox clade 1b seminggu yang lalu. Orang yang terinfeksi adalah seorang pria yang baru-baru ini juga bepergian ke negara Afrika yang tidak disebutkan, menurut kementerian kesehatan masyarakat Swedia.
Sementara itu, di Indonesia muncul varian mpox clade 2 yang lebih ringan. Kementerian Kesehatan melaporkan 14 kasus mpox terkonfirmasi di Indonesia dari Januari hingga April 2024.
Baca Juga: Mengancam Jiwa, Terungkap 5 Penyakit Paling Mudah Menular, dari TBC hingga Cacar
Pasien terakhir ditemukan pada Juni lalu dan saat ini "masih isolasi mandiri" dan "dalam proses penyembuhan."
"Kasus terakhir dipastikan termasuk clade 2b, bukan clade 1b," kata Plt Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Yudhi Pramono, dalam konferensi pers pada Minggu, 18 Agustus 2024.
Ia juga mengklaim bahwa pasien-pasien sebelumnya tidak menunjukkan varian clade 1, yang dinyatakan WHO sebagai varian "lebih berbahaya" dibandingkan yang lain.