Maruarar Siahaan Bicara soal Kewenangan, Mandat Moral dan Keterbatasan MK

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 23 Agu 2024, 12:18
Alber Laia
Penulis
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Hakim Konstitusi 2003-2008, Maruarar Siahaan saat tampil sebagai bintang tamu dalam Program DonCast di Nusantara TV yang dipandu jurnalis senior Don Bosco Selamun dan Tascha Liudmila, Kamis, 22 Agustus 2024. Hakim Konstitusi 2003-2008, Maruarar Siahaan saat tampil sebagai bintang tamu dalam Program DonCast di Nusantara TV yang dipandu jurnalis senior Don Bosco Selamun dan Tascha Liudmila, Kamis, 22 Agustus 2024.

Ntvnews.id, Jakarta - Maruarar Siahaan baru-baru ini mengemukakan pandangannya mengenai peran dan kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK), dengan menyoroti keterbatasan yang dihadapi lembaga tersebut dalam sistem konstitusi Indonesia.

Baca Juga:

Setelah Rusia, Gunung di Negara Ini Erupsi Hingga Ganggu Penerbangan

Taliban Berlakukan Aturan Hal Terduga Ini untuk PBB

Maruarar mengungkapkan bahwa MK seringkali dianggap sebagai cabang kekuasaan yang paling lemah atau "the least dangerous branch" karena tidak memiliki senjata, anggaran, atau kekuatan eksekusi seperti lembaga-lembaga lain.

Hakim Konstitusi 2003-2008, Maruarar Siahaan saat tampil sebagai bintang tamu dalam Program DonCast di Nusantara TV yang dipandu jurnalis senior Don Bosco Selamun dan Tascha Liudmila, Kamis, 22 Agustus 2024. Hakim Konstitusi 2003-2008, Maruarar Siahaan saat tampil sebagai bintang tamu dalam Program DonCast di Nusantara TV yang dipandu jurnalis senior Don Bosco Selamun dan Tascha Liudmila, Kamis, 22 Agustus 2024.

"MK itu sebenarnya disebut the least dangerous branch, paling loyo lah karena dia tidak punya senjata," katanya, dikutip dari Doncast.

Menurut Siahaan, keberadaan MK dalam sistem konstitusi sering kali menghadapi tantangan besar ketika kewenangannya bertabrakan dengan keputusan atau kebijakan legislatif. Keterbatasan praktis yang dimiliki oleh MK, seperti ketidakmampuan untuk melaksanakan keputusan secara langsung, menambah kerumitan dalam implementasi keputusan-keputusan konstitusionalnya.

Ia juga menyinggung kemungkinan adanya dorongan untuk kembali ke otoritarianisme, yang dianggap dapat memberikan hasil lebih cepat dan lebih efektif dibandingkan dengan proses demokrasi yang sering kali memakan waktu.

"Ya kembali aja lah ke otoriter, karena ini nampak lebih efektif," ujarnya.

x|close