Ntvnews.id, Stockholm - Pembakaran tersebut menimbulkan kemarahan di kalangan umat Muslim di seluruh dunia dan meningkatkan kekhawatiran akan kemungkinan serangan balasan di Swedia.
Bagi umat Islam, Al-Qur'an dianggap sebagai wahyu langsung dari Allah, sehingga menodainya dianggap sebagai pelanggaran serius.
Namun, kritik menyatakan bahwa Swedia, yang dikenal sebagai negara dengan kebebasan berpendapat yang luas, seharusnya menganggap pembakaran Al-Qur'an sebagai ekspresi kebebasan berbicara yang dilindungi hukum.
Dilansir dari reuters, Jumat, 20 September 2024, jaksa Swedia menuduh kedua pria tersebut melakukan "pelanggaran agitasi terhadap kelompok etnis atau nasional."
Baca Juga: Momen Vladimir Putin Mencium Alquran Jadi Perbincangan
Jaksa senior Anna Hankkio menjelaskan bahwa keduanya dituntut karena membuat pernyataan dan memperlakukan Al-Qur'an dengan cara yang menghina umat Islam berdasarkan keyakinan mereka.
Menurut Otoritas Kejaksaan Swedia, insiden pembakaran terjadi dalam empat kesempatan berbeda, termasuk di luar masjid dan di lokasi publik lainnya.
Pengacara salah satu pria membela kliennya dengan menyatakan bahwa tindakan tersebut dilindungi oleh konstitusi Swedia. Mark Safaryan, pengacara tersebut, mengatakan kepada Reuters, "Izin untuk demonstrasi ini dilindungi oleh niat klien saya. Hak-haknya dilindungi oleh konstitusi Swedia."
Baca Juga: Pelantun Alquran Tewas Mengenaskan Usai Insiden Tabrak Lari
Pemerintah Swedia telah mengutuk tindakan pembakaran tersebut dan berusaha menegakkan hukum mengenai kebebasan berbicara dan berkumpul yang dilindungi konstitusi.
Kejadian ini juga menambah ketegangan antara Swedia dan beberapa negara Timur Tengah. Pada Juli 2023, pengunjuk rasa di Irak menyerbu kedutaan besar Swedia di Baghdad sebanyak dua kali, yang mengakibatkan kebakaran di dalam gedung kedutaan.
Pada bulan Agustus, badan intelijen Swedia, Sapo, meningkatkan tingkat ancaman teror setelah pembakaran Al-Qur'an menjadikan negara tersebut sebagai "target prioritas" serangan teror.