Ntvnews.id, Jakarta - Tim kuasa hukum terpidana kasus Vina menghadirkan sebanyak 20 saksi yang terbagi dalam empat klaster dalam lanjutan Sidang Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Cirebon, Jawa Barat, Kamis (12/9/2024). Salah satunya adalah klaster saksi alibi yang membuktikan bahwa para terpidana tidak berada di tempat kejadian.
Dalam persidangan para saksi memberikan keterangan yang berkesesuaian bahwa para terpidana yakni Eka Sandi, Suprianto, Hadi, Jaya, Eko Ramadani dan Rivaldy berada bersama-sama dengan mereka pada malam peristiwa kematian Vina dan Eky 2016 silam.
Ketua Tim Hukum Terpidana Kasus Vina, Otto Hasibuan mengatakan kesaksian yang disampaikan para saksi alibi merupakan kesaksian yang menguatkan bagi kliennya.
"Dalam hukum ini yang disebut alibi. Suatu alibi yang susah dilawan karena membuktikan pada jam dan detik yang bersamaan si terdakwa berada di tempat lain. Tidak berada di tempat yang dituduhkan. Jadi artinya tidak mungkin itu terjadi," kata Otto Hasibuan saat diwawancara jurnalis NusantaraTV dalam program Breaking News di sela-sela mengikuti Sidang PK enam terpidana kasus Vina di Pengadilan Negeri Cirebon, Jawa Barat.
"Itu alibi yang sangat kuat sekali," tandasnya.
Menanggapi pernyataan yang menyebut memori PK yang diajukan keenam terpidana kasus Vina tidak memiliki novum atau bukti baru.
Otto menegaskan yang dimaksud dengan novum adalah ada keadaan baru.
"Ada fakta yang ditemukan atau bukti yang baru yang ditemukan sekarang. Yang mana pada waktu perkara terjadi kita tidak temukan bukti itu," terangnya.
Otto menyampaikan jika para saksi yang dihadirkan dalam sidang PK bisa menjelaskan hal yang sama di persidangan 2016 silam.
"Ini juga salah satu alasan kami untuk mengajukan PK bahwa hakim telah melakukan kekhilafan di dalam menerapkan hukum dalam perkara ini. Di samping novum yang sudah kami sampaikan dan di samping adanya putusan putusan hakim yang bertentangan satu sama lain," paparnya.
Lebih lanjut Otto menjelaskan PK yang diajukan enam kliennya memiliki beberapa alasan.
"Alasan pertama ada novum. Keadaaan baru. Kedua ada kekhilafan hakim. Ketiga ada pertentangan putusan hakim satu sama lain," tuturnya.
"Berarti hakim pada waktu itu khilaf. Melakukan kekhilafan di dalam menerapkan hukum. Fakta-fakta yang sebenarnya dia kesampingkan. Seharusnya dia harus pertimbangkan.
Dan dia harus lihat sebenarnya apakah kesaksian ini berkesesuaian satu dengan yang lain. Dan bekersesuaian dengan bukti-bukti lain," imbuhnya.
Padahal, kata Otto, jika hakim mengaitkan dan menghubungkan antara keterangan saksi dengan bukti-bukti yang ada.
"Bukan dengan saksi-saksi yang lain. Jelas sekali memang benar-benar mereka ini tidak melakukan perbuatan pidana itu," pungkasnya.