Ntvnews.id, Pyongyang - Pemerintah Korea Utara telah menjatuhkan hukuman penjara kepada sejumlah dokter yang terlibat dalam praktik aborsi, di tengah kekhawatiran atas menurunnya angka kelahiran. Selain itu, pemerintah juga melarang peredaran alat kontrasepsi di pasar.
Dilansir dari Radio Free Asia (RFA), Selasa, 17 September 2024, menyebut bahwa dua dokter di Korea Utara ditangkap setelah ketahuan melakukan aborsi secara diam-diam, menurut seorang sumber yang bekerja di sektor medis di Provinsi Ryanggang.
Sumber tersebut menyebutkan bahwa kepala departemen kebidanan dan ginekologi di Rumah Sakit Paegam County dihukum lima tahun penjara setelah menjalani persidangan pada 28 Agustus di ruang konferensi rumah sakit universitas setempat.
Baca Juga: Gagal Atasi Banjir Parah di Korut, Kim Jong Un Eksekusi Mati 30 Pejabat
Sementara itu, seorang dokter lain dari Rumah Sakit Unhung County dijatuhi hukuman tiga tahun penjara karena pasiennya meninggal saat melakukan aborsi di rumah pada Juni lalu.
Biasanya, praktik aborsi dilakukan secara rahasia dengan dokter mendatangi rumah pasien agar tidak meninggalkan jejak. Namun, kedua dokter ini justru melakukannya di rumah mereka sendiri.
Aborsi telah menjadi tindakan ilegal di Korea Utara sejak krisis kelaparan pada 1990-an, yang menyebabkan dua juta orang meninggal dunia.
Larangan ini semakin diperketat seiring dengan penurunan angka kelahiran, yang mencapai hanya 1,81 kelahiran per perempuan pada 2021, di bawah angka ideal 2,1 yang dibutuhkan untuk menstabilkan populasi.
Baca Juga: Kim Jong Un Turun Gunung untuk Awasi Uji Coba Senjata Mengerikan Ini
Meskipun demikian, beberapa dokter tetap menjalankan praktik aborsi secara sembunyi-sembunyi karena merasa gaji dari pemerintah tidak mencukupi.
Menurut laporan, biaya untuk satu kali aborsi mencapai 30.000 won atau sekitar Rp345 ribu, yang setara dengan harga 4,5 kilogram beras dan mendekati rata-rata gaji bulanan di Korea Utara.
Meskipun pemerintah Korea Utara telah berusaha meningkatkan gaji dokter hingga 80.000-180.000 won (Rp920 ribu hingga Rp2 juta), banyak dokter tetap menjalankan praktik aborsi ilegal untuk menambah penghasilan.
Untuk mengatasi penurunan angka kelahiran, pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, telah menerapkan kebijakan yang memberikan insentif bagi keluarga dengan banyak anak.
Insentif tersebut termasuk makanan tambahan bagi keluarga dengan empat anak atau lebih, serta pemberian rumah baru untuk keluarga dengan enam anak atau lebih.
Namun, masalah resesi seks tetap berlanjut selama 10 tahun terakhir, dengan puncaknya terjadi selama pandemi. Sebagai langkah lebih lanjut, pemerintah Korea Utara melarang penjualan alat kontrasepsi mulai 2023.