Ntvnews.id, Jakarta - Tupperware adalah produk alat makan yang sangat dikenal oleh masyarakat Indonesia. Namun, saat ini perusahaan sedang di ambang kebangkrutan karena penurunan penjualan selama bertahun-tahun.
Beberapa anak perusahaannya bahkan telah mengajukan kebangkrutan di Amerika Serikat sebelumnya. Manajemen menyatakan bahwa perusahaan mengalami peningkatan kerugian akibat turunnya permintaan secara drastis.
Berdasarkan berkas pengadilan, total utang Tupperware mencapai US$ 812 juta atau sekitar Rp 12,59 triliun. Mengutip dari situs resmi perusahaan, Earl Silas Tupper merupakan pendiri Tupperware. Ia adalah seorang ahli kimia yang lahir pada tahun 1907.
Tupperware Bangkrut (tupperware.com)
Tupper menemukan ide untuk menciptakan wadah kedap udara berbahan plastik, mirip dengan kaleng cat, untuk menyimpan makanan. Menurutnya, wadah kedap udara ini bisa membantu keluarga Amerika menghemat uang dengan mencegah makanan terbuang sia-sia.
Ide tersebut diwujudkan pada tahun 1946 ketika ia meluncurkan produk Wonderlier Bowl dan Bell Tumbler dengan merek Tupperware. Produk ini sangat diminati, terutama karena banyak keluarga di Amerika Serikat yang ingin berhemat setelah Perang Dunia II.
Kini kepemilikan Tupperware sudah berbentuk saham dan perusahaan tersebut telah menjadi perusahaan publik. Dengan demikian, produsen wadah makanan ini sekarang dimiliki oleh berbagai individu dan perusahaan.
Menurut situs Nasdaq, saat ini terdapat sekitar 82 lembaga/perusahaan yang memiliki saham di Tupperware Brands Corporation (TUP). Kepemilikan institusional ini mencakup 23,46% saham perusahaan dengan nilai sekitar US$ 6 juta.
Earl Tupper Penemu Tupperware (tupperware.co.id)
Laurie Ann Goldman, Presiden dan CEO Tupperware Brands Corporation, menyatakan bahwa mereka akan mengajukan proses penjualan bisnisnya di pengadilan, dengan harapan perusahaan dapat terus beroperasi selama masa kebangkrutan.
Sejak tahun lalu, perusahaan sudah memperingatkan bahwa mereka mungkin akan mengalami kebangkrutan kecuali mereka bisa segera mendapatkan pendanaan baru. Tupperware juga telah berusaha mengalihkan fokus penjualan kepada generasi muda.
Selama pandemi, Tupperware sempat mengalami peningkatan penjualan karena banyak orang lebih sering memasak di rumah. Namun, peningkatan ini tidak cukup signifikan. Kenaikan biaya bahan baku, tenaga kerja, dan transportasi turut mempengaruhi margin keuntungan perusahaan.
Saat ini, Tupperware sedang mempersiapkan untuk mengajukan kebangkrutan secepat mungkin. Meskipun begitu, rencana pengajuan ini masih bersifat tentatif dan bisa berubah sewaktu-waktu.