Mahfud Sebut Revisi UU MK Sandera Independensi Hakim Konstitusi

NTVNews - 15 Mei 2024, 15:30
Moh. Rizky
Penulis
Siti Ruqoyah
Editor
Bagikan
Mahfud MD. (Antara) Mahfud MD. (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD, menilai aneh Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK). Revisi itu dinilai berpotensi mengganggu independensi hakim, khususnya soal aturan peralihan.

"Itu juga sebabnya saya menolak, ini mengganggu independensi. Kenapa? Orang ini secara halus ditakut-takuti, kamu ini diganti loh, dikonfirmasi, tanggal sekian dijawab tidak, berhenti, habis kamu sebagai hakim. Jadi, independensinya sudah mulai disandera, menurut saya," ujar Mahfud, Rabu (15/5/2024).

Mahfud pun menceritakan proses ditolaknya revisi UU MK. Pada tahun 2020, menurut Mahfud memang sudah coba dilakukan perubahan terhadap UU MK yang disebut Menkumham Yasonna Laoly, sudah disepakati sebelum Mahfud menjadi Menko Polhukam.

Namun, kata Mahfud, upaya-upaya itu masih belum berhenti. Karena pada 2022, secara tiba-tiba muncul lagi usulan untuk perubahan terhadap UU MK. Padahal, kata Mahfud usulan revisi UU MK itu tidak pernah ada di Program Legislasi Nasional Prioritas (Prolegnas).

"Saya kaget, saya tanya lagi ke Pak Yasonna. Pak, ini kok ada UU belum ada di Prolegnas, sudah Pak, disepakati baru ini tambahan di Prolegnas untuk direvisi. Kok mendadak, saya bilang, iya ini DPR memutuskan begitu, dan sudah dibicarakan mungkin secara diam-diam, begitu," papar Mahfud.

Mahfud tetap menegaskan kalau revisi terhadap UU MK tidak benar, sebab ada tendensi untuk memberhentikan hakim-hakim tertentu di tengah jalan. Atas itu, Mahfud menyampaikan kepada Mensesneg Pratikno untuk turun langsung mengikuti rapat bersama DPR RI membahas ini.

"Oleh sebab itu DPR waktu itu kebetulan saya yang pesan ke Pak Pratik, Pak kayaknya UU ini saya perlu turun sendiri ke DPR, kan bisa, oh iya bisa kata Pak Pratik, sudah nanti Pak Mahfud saja yang mewakili ke DPR bersama Pak Yasonna," tuturnya.

Mahfud memandang, UU itu sekalipun bagus tidak boleh berlaku untuk hakim-hakim yang sekarang ada. Karena para hakim MK yang ada, harus dibiarkan sampai habis masa jabatannya, baru dilakukan penggantian.

"DPR tidak mau, pokoknya langsung, begitu UU ditetapkan hakim yang tidak yang belum 10 tahun tapi sudah di atas lima tahun dikonfirmasi lagi. Wah, saya bilang ini tidak benar, dalam ilmu hukum ini keliru saya bilang, akhirnya apa, deadlock kan saja saya bilang, maka deadlock, selama saya jadi Menko," papar Mahfud.

Ia berpandangan, RUU MK yang diusulkan bisa menakut-nakuti hakim MK yang kini ada. Ditambah, saat itu sudah mendekati kontestasi politik pemilihan umum. Walau demikian, kata Mahfud, dirinya tidak bisa menghalangi siapa pun yang kini menginginkan revisi terhadap UU MK dilakukan.

"Sekarang sesudah saya pergi (dari kabinet) tiba-tiba disahkan, ya saya tidak bisa menghalangi siapa siapa, tapi itu ceritanya, saya pernah deadlock kan UU itu, sekarang disahkan. Isinya tetap seperti yang saya tolak itu, tapi menurut saya ya, ya sudah saya tidak bisa menghalangi," jelas Mahfud.

Diketahui, Komisi III DPR bersama pemerintah telah menyepakati pengambilan keputusan tingkat I terhadap revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi (MK). Artinya, revisi tersebut tinggal dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang.

x|close