Ntvnews.id, Jakarta - Mantan Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi menyatakan terjadinya berbagai kejanggalan dalam penanganan kasus kematian Vina dan Eky di Cirebon pada 2016 silam karena penanganan kasus ini dilandasi 'Mistik Crime Investigation'. Pasalnya, penyelidikan kasus ini dipicu oleh adanya rekaman saat Linda teman Vina kesurupan.
Hal itu diungkapkan Dedi Mulyadi saat hadir menjadi saksi testimoni de auditu di Sidang Peninjauan Kembali (PK) enam terpidana kasus Vina di Pengadilan Negeri Cirebon, Jawa Barat, Jumat (20/9/2024).
"Linda itu kesurupan direkam oleh kakanya Vina. Walaupun dari sisi logika engga masuk akal. Karena jarak rumahnya Vina ke rumah Linda 20 menit. Masa yang kesurupan nunggu direkam?" beber Dedi Mulyadi seperti diberitakan NusantaraTV dalam program LIVE Breaking News.
Rekaman kesurupan Linda, sambung Dedi, kemudian diserahkan kepada Iptu Rudiana yang merupakan ayah dari korban Eky.
Lalu dijadikan apa rekaman itu?" tanya salah satu anggota tim kuasa hukum enam terpidana kasus Vina.
"Mungkin menjadi salah satu bahan kecurigaan," kata Dedi Mulyadi.
"Artinya setelah Rudiana menerima rekaman turun melakukan penyelidikan.
Berdasarkan keterangan mereka," imbuhnya.
"Berarti kejanggalan kasus ini didasari mistik crime Investigation?" tanya kuasa hukum lagi.
"Menurut saya ada landasan mistik yang dijadikan dasar dan itu bertentangan dengan prinsip prinsip hukum modern," jawab Dedi.
"Yang kedua juga ada emosi. Emosi apa? Satu emosi yang membakar saudara Aep karena pernah digerebek oleh terpidana. Karena temannya bawa perempuan ke tempat kos. Itu menimbulkan dendam.Dan Aep sendiri menyatakan dendam diwawancara saya," lanjutnya.
"Yang kedua ada juga kemarahan yang dialami oleh Pak Rudiana atas meninggalnya anaknya. Kan api bertemu api itu bisa membakar. Sehingga orang kalau sudah dibakar oleh rasa emosi. Akal sehat hilang. Hati nurani mati," imbuhnya.
Karena itu menurut Dedi seseorang yang punya kuasa tidak boleh menangani sebuah perkara yang melibatkan keluarganya. Karena logika dan hatinya tidak bekerja.
"Yang bekerja emosi," pungkasya.