Ntvnews.id, Jakarta - Tim kuasa hukum enam terpidana kasus Vina (pemohon) menghadirkan pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel sebagai saksi dalam lanjutan Sidang Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Cirebon, Jawa Barat, Jumat (20/9/2024).
Secara khusus Reza Indragiri diminta menjelaskan soal pembunuhan berencana dari sudut pandang psikologi forensik. Hal itu selaras dengan pasal 340 tentang pembunuhan berencana yang didakwakan kepada enam terpidana kasus Vina yang divonis penjara seumur hidup.
"Mengacu pada definisi psikologi yang saya jelaskan tadi itu menyangkut tingkah laku dan proses mental. Maka apa gerangan proses mental yang berlangsung? Di dalam proses berpikir di kepala orang yang melakukan pembunuhan berencana," kata Reza Indragiri seperti diberitakan NusantaraTV dalam program LIVE Breaking News dari PN Cirebon, Jawa Barat.
Di forensik, papar Reza, memberikan formula bahwa kata perencanaan dalam sebuah kejahatan termasuk pembunuhan itu akan bisa dibuktikan lewat 4 unsur di dalam proses berpikir pelaku. 4 unsur itu disingkat menjadi TIRR.
"T adalah target. Artinya seorang pelaku menentukan siapa atau apa yang menjadi sasarannya. Siapa berarti manusia. Apa berarti objek," jelasnya.
"I adalah Insentif. Manfaat apa yang sudah diperhitungkan oleh seorang pelaku lewat aksi kejahatannya tersebut," lanjutnya.
"R adalah Resources atau sumber daya. Pelaku mempertimbangkan mencari dan menemukan instrumen apa gerangan yang akan dia gunakan untuk melancarkan rencananya. Instrumen itu bisa berupa alat kejahatan misalnya benda tajam atau benda tumpul. Bisa juga berupa waktu dan juga kolega"
"Jadi maka teman-teman, orang yang melakukan aksi serupa pada waktu yang kurang lebih sama juga merupakan bagian dari resources"
"R berikutnya adalah Risk atau risiko. Bahwa pelaku sudah membayangkan ada konsekuensi. Ada dampak risiko yang dia hadapi. Dan dia berpikir tentang cara bagaimana untuk mengatasi risiko tersebut"
"Target insentif risiko dan sumber daya itu harus dipastikan tersedia di masing-masing kepala pelaku agar bisa yakinkan dia melakukan pembunuhan secara berencana," imbuhnya.
Mendengar penjelasan tersebut, salah satu anggota kuasa hukum enam terpidana kasus Vina, Jutek Bongso kembali bertanya.
"Mungkin engga kalau ada satu peristiwa yang dituduh bersama-sama dalam jumlah 11 orang pelaku. Ada yang tidak saling kenal tidak pernah ketemu tidak pernah bercakap- cakap baik handphone maupun komunikasi lewat lainnya. Tidak pernah mengadakan rapat bersama sama. Artinya tdk mempunyai tujuan manfaat yang sama. Mungkin tidak?" tanya Jutek.
Reza menjawab, kalau pelaku kejahatan atau pembunuhan berencana pelakunya lebih dari satu maka tambah satu unsur lagi yaitu Sinkronisasi.
"Kata sinkronisasi memberikan pemahaman bahwa sudah barang tentu antar pelaku. Jika mereka melakukan aksi kejahatan berencana secara bersama-sama. Sinkronisasi ditandai dengan adanya komunikasi pertukaran informasi koordinasi pembagian peran melakukan apa dan seterusnya,' tuturnya.
"Kalau tidak ada sinkronisasi maka tidak ada komunikasi, kemudian kalau tidak ada komunikasi berarti tidak ada koordinasi antar pelaku," pungkasnya.