Ntvnews.id, Jakarta - Ahli hukum pidana Chudry Sitompul menyatakan meski telah mengajukan grasi terpidana dibolehkan untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terkait putusan hukum yang telah dijatuhkan pada dirinya.
Hal itu disampaikan Chudry Sitompul saat menjadi saksi ahli dalam Sidang PK enam terpidana kasus Vina di Pengadilan Negeri Cirebon, Jawa Barat, Senin (23/9/2024).
"Grasi yang sekarang dasar hukumnya itu adalah Undang-undang Nomor 22 Tahun 2002 yang telah dirubah oleh Undang-undang Nomor 5 tahun 2010. Grasi itu di dalam penjelasan Undang-undang Nomor 22 adalah hak-hak prerogatif presiden di bidang judisial. Dapat berbentuk pengampunan yang terdiri: bisa merubah, memperingan atau membebaskan atau tidak melaksanakan putusan dan seterusnya," papar Chudry Sitompul seperti diberitakan NusantaraTV dalam program LIVE Breaking News.
Sesuai penjelasan UU Nomor 22 Tahun 2002 kata Chudry, pemeriksaan grasi ini bukan pemeriksaan teknis yudisial.
"Dan disebutkan bahwa grasi itu tidak memberikan pendapat terhadap proses yang beracara. Nah di dalam pasal 14 kalau enggak saya salah di Undang-undang Nomor 22 Tahun 2002
dalam hal grasi diajukan bersamaan dengan PK atau dalam waktu yang tidak jauh. Maka grasi harus diputuskan sebelum keputusan PK itu keluar," terangnya.
"Artinya dimungkinkan grasi itu juga diajukan PK atau sebelum PK diajukan grasi. Karena grasi ini bukan bagian dari sistem peradilan pidana," imbuhnya.
Namun pertanyaannya, kata Chudry, apabila grasi ditolak misalnya atau boleh. Umumnya banyak yang menyatakan grasi itu adalah pengakuan kesalahan.
"Bukan," tandas Chudry.
"Karena di dalam Undang-undang nomor 22 itu tidak ada disebut kesalahan. Kalau dikaitkan dengan konteks teori hukum pidana apa yang dimaksud dengan kesalahan. Setiap pidana itu harus ada unsur melawan hukum. Unsur melawan hukum itu haru ada kesalahan," lanjutnya.
"Tetapi undang-undang itu tidak pernah menyebut, menyinggung dalam grasi mengenai kesalahan. Tetapi ini adalah pengertian yang salah terhadap awam bahwa seolah-olah grasi itu adalah pengakuan kesalahan. Padahal itu bukan," tambahnya.
Chudry kembali menekankan alasan PK itu hanya di pasal 263 ayat 2. Tidak ada larangan.
"Yang ada hanya kebolehan bukan larangan. Yang ada di larangan PK itu putusan PK itu tidak boleh lebih berat dari putusan pengadilan yang terakhir diajukan PK. Itu saja. Lainnya engga ada larangan. Kebolehan, kebolehanndan kebolehan," pungkasnya.