Ntvnews.id, Jakarta - Kasus kematian Vina dan Eky di Cirebon 2016 silam masih memunculkan kontroversi hingga hari ini. Hal itu dipicu hasil visum et repertum yang dikeluarkan oleh dua dokter umum dan satu dokter forensik yang memeriksa jasad Vina dan Eky kala itu.
Berdasarkan hasil pemeriksaan ketiga dokter tersebut yang dirilis pada 6 September 2016 dinyatakan Eky meninggal akibat trauma benda tumpul sedangkan Vina tewas akibat benda tumpul dan benda tajam.
Pihak kepolisian menyebut Vina dan Eky mengalami luka yang cukup parah, di mana lehernya patah, ada rahang atas rahang bawah juga patah.
Dalam Sidang Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan enam terpidana kasus Vina di Pengadilan Negeri Cirebon, Jawa Barat, tim kuasa hukum meminta pandangan ahli dokter forensik Yoni Fuadah terkait hasil visum et repertum Vina dan Eky.
Salah satu kuasa hukum enam terpidana kasus Vina, Jutek Bongso menanyakan kalau sampai tengkorak dalam itu bisa pecah, retak mungkin tidak di kulit luarnya sama sekali tidak luka?
"Mungkin. Bisa jadi," jawab Yoni Fuadah seperti diberitakan NusantaraTV dalam program LIVE Breaking News.
Yoni menjelaskan jika tukang dasar tengkorak patah tandanya justru bisa saja di luar tidak terlihat apa-apa.
"Tetapi salah satu tanda yang sering terjadi justru adalah perdarahan hidung, telinga dan mata agak gelap. Jadi tidak terlihat dari luar," jelasnya.
Yang bisa menyebabkan patah tulang dasar tengkorak, kata Yoni, adalah benturan yang sangat kuat.
"Kalau dipukul dengan tangan kosong tidak mungkin. Begitu juga kalau dipukul pakai bambu kosong," tuturnya.
"Misalkan dipukul pakai bambu kosong dengan diameter 5cm kemungkinan terjadi kerusakan hanya pada jaringan lunak. Karena untuk mematahkan tulang dasar tengkorak itu perlu power yang sangat besar," imbuhnya.
Yoni lebih lanjut menerangkan menurut literatur kecelakaan lalu lintas dengan kecepatan 35 km per jam itu sudah bisa menyebabkan patah tulang dasar tengkorak.
"Tetapi lebih jarang. Yang lebih sering adalah 45 km per jam," ungkapnya.
Jutek pun bertanya bagaimana jika korban memakai helm?
Yoni menyatakan ada miskonsepsi tentang helm. Karena helm itu hanya melindungi sekitar 40% dari kemungkinan head injury (luka/cedera kepala).
"Dan helm yang beratnya lebih dari 1,5 kg justru itu akan bisa memungkinkan injury atau patah tulang yang lebih besar. Data menunjukkan bahwa 70% korban dengan tulang dasar tengkorak yang patah itu pada pengendara motor justru yang mengenakan helm full face," bebernya.
Jutek Bongso lalu meminta ahli untuk melihat foto helm pasca kejadian di jembatan Talun. Ia juga menyebut berdasarkan kesaksian sejumlah saksi di persidangan bahwa sebelum ditemukan dalam posisi telungkup Eky sempat membentur tiang listrik PJU yang terbuat dari besi.
Yoni mengatakan patah tulang dasar tengkorak bisa menyebabkan risiko kematian. Namun jika patahnya itu tidak terlalu luas dan tidak mengakibatkan kerusakan otak yang signifikan itu korban masih bisa hidup.