Ntvnews.id, Riyadh - Pengadilan Arab Saudi menjatuhkan hukuman penjara 30 tahun kepada seorang guru pensiunan karena mengkritik pemerintah di media sosial. Vonis ini diberikan kurang dari dua bulan setelah hukuman mati yang dijatuhkan kepada pria tersebut dibatalkan.
Dilansir dari AFP, Kamis, 26 September 2024, kasus Mohammed al-Ghamdi menyoroti apa yang dianggap para kritikus sebagai peningkatan penindasan di bawah kepemimpinan Putra Mahkota Mohammed bin Salman, yang merupakan penguasa de facto kerajaan tersebut.
Pangeran Mohammed pernah membahas kasus ini dalam sebuah wawancara dengan Fox News yang ditayangkan pada September 2023, di mana ia menyatakan bahwa pemerintah merasa "malu" dan berharap hukuman mati itu dapat dibatalkan.
Baca Juga: Vadel Badjideh Terancam 15 Tahun Penjara Terkait Kasus Lolly
Hukuman mati Ghamdi dibatalkan dalam proses banding pada bulan Agustus, namun pengadilan banding justru menjatuhkan hukuman penjara 30 tahun atas dakwaan yang sama, sebagaimana diungkapkan oleh saudaranya, Saeed al-Ghamdi, seorang ulama Islam yang tinggal di Inggris.
Sebelumnya, Ghamdi dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Pidana Khusus pada bulan Juli 2023, yang dibentuk untuk menangani kasus-kasus terkait terorisme. Mantan guru berusia 50-an tahun ini ditangkap pada Juni 2022.
Kasusnya sebagian besar berawal dari unggahan yang mengkritik pemerintah dan menunjukkan dukungannya kepada para tahanan, termasuk ulama Salman al-Awda dan Awad al-Qarni, menurut penjelasan Saeed al-Ghamdi.
Akun media sosialnya di platform X hanya memiliki sembilan pengikut, seperti yang dilaporkan oleh Gulf Centre for Human Rights saat masalah hukumnya terungkap tahun lalu.
Baca Juga: Nikita Mirzani Yakin Ingin Jebloskan Vadel ke Penjara
Dakwaan yang dihadapinya mencakup konspirasi terhadap kepemimpinan Saudi, merongrong lembaga negara, dan mendukung ideologi teroris, sebagaimana disampaikan oleh sumber-sumber yang mengetahui rincian kasus ini.
"Perubahan keputusan dalam putusan ini menunjukkan kondisi dramatis sistem peradilan yang dipolitisasi," tulis Saeed al-Ghamdi di X. "Saudara saya tidak seharusnya ditangkap dan diadili dengan cara seperti ini," tambahnya.
Di bawah kepemimpinan Pangeran Mohammed, Arab Saudi telah menjalankan program reformasi ambisius yang dikenal sebagai Visi 2030, yang bertujuan untuk mengubah kerajaan yang sebelumnya tertutup menjadi tujuan wisata dan bisnis global.
Namun, otoritas Saudi tetap mendapat kritik terkait catatan hak asasi manusia dan pembatasan kebebasan berbicara di negara tersebut.