Ntvnews.id, Jakarta - Tokoh pemuda Maluku, Umar Ohoitenan alias Umar Kei mendatangi Polda Metro Jaya siang ini. Ia datang karena diundang kepolisian untuk melakukan klarifikasi, setelah sebelumnya dilaporkan atas dugaan penganiayaan oleh Staf Khusus (Stafsus) Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid, Arif Rahman.
"Saya hadir hari ini atas dasar surat undangan klarifikasi dari teman-teman Polda, khususnya Resmob tim unit 4, saya belum tahu apa yang harus saya ditanya tentang surat undangan klarifikasi," ujar Umar kepada wartawan, Kamis (26/9/2024).
Umar pun menegaskan dirinya tak pernah melakukan penganiayaan terhadap Arif. Sebab jika itu benar ia lakukan, pasti kondisi Arif tak seperti sekarang.
Meski demikian, Umar memastikan akan taat hukum.
"Tidak pernah tangan saya jatuh, kalau tangan saya jatuh, pasti berlumuran darah bahkan mati, tapi saya tidak pernah merasa," kata dia.
"Tapi sebagai warga negara yang baik, kita negara hukum, dia lapor saya, ya saya wajib dipanggil dan saya hari ini saya hadir dalam rangka surat klarifikasi dari teman-teman Polda," imbuhnya.
Sebelumnya, Staf Khusus Ketua Umum Kadin Indonesia periode 2021-2026 Arsjad Rasjid, Arif Rahman mengaku jadi korban pengeroyokan di Menara Kadin, Jakarta. Karenanya ia membuat laporan ke Polda Metro Jaya. Terlapor ialah Umar Ohoitenan alias Umar Kei.
Laporan Arif Rahman teregistrasi dengan nomor LP/B/5591/IX/2024/SPKT POLDA METRO JAYA.
"Iya betul (membuat laporan). Pengeroyokan sebenarnya. Jadi, (terjadinya) di gedung Menara Kadin," ujar Arif Rahman kepada wartawan, Rabu (18/9/2024).
Peristiwa itu terjadi pada Senin (16/9/2024) malam. Awalnya, kata Arif dia diminta Arsjad untuk mengecek kantor Kadin. Ketika itu didapati ada puluhan orang di kantor Kadin, termasuk terlapor.
"Saya ini kan sebagai staf khusus Ketua Umum Kadin Pak Arsjad Rasjid. Jadi, Pak Arsjad Rasjid menugaskan kepada kami tiga, ada staf khusus, untuk mengecek kantor, dan kami membawa bukti bahwa kami menyewa dengan pengelola gedung Menara Kadin. Di sana ternyata sudah ada beberapa orang yang tidak kami kenal. Mungkin kurang lebih 50 orang atau 100 orang," papar dia.
Arif menjelaskan, kala itu dirinya menelpon pihak terlapor. Mereka lantas bertemu di sebuah aula di menara Kadin.
Arif menyampaikan keberatannya atas penempatan gedung itu. Karena, kata dia gedung tersebut sudah disewa pihaknya.
"Kita berpedoman kepada Keppres tentang pengangkatan Ketua Kadin. Jadi, kami merasa, kami berhak di sini, dan di sini kami menyewa, bukan kantor orang lain. Kami atas nama Pak Arsjad, Direktur Eksekutif Hotasi Nababan, dan ada tanda bukti kontrak sewa-menyewa dengan pengelola gedung," tuturnya.
"Artinya ini kan kantor kami, dan kami berpedoman pada Keppres. Saat ini, Keppres masih atas nama Bapak Arsjad Rasjid. Jadi, kalau nanti Bung Taufan ada di pihak Anin, kalau Keppres keluar, saya juga akan keluar', saya bilang kayak gitu. Jadi, saat ini Keppres di siapa? Masih Pak Arsjad Bung Taufan'. Berarti kan saya bisa berkantor," imbuh Arif.
Arif mengaku saat itu ia turut memperlihatkan bukti kontak penyewaan gedung. Arif pun meminta saat itu pihak di luar internal Kadin untuk keluar dari ruangan. Saat itulah, terlapor tak terima dan melakukan tindak pidana pengeroyokan.
"Saya potong, saya bilang, 'Ini urusan rumah tangga Kadin. Walaupun perbedaan persepsi antara kami. Tapi kami keluarga besar'. Saya bilang kayak gitu. 'Jadi, saya berharap yang bukan anggota Kadin, silakan keluar'. Beliau (terlapor) marah. Berdiri mengambil minuman kaleng langsung menimpuk ke arah mata saya dan saya kena di pelipis," tutur Arif.
"Saya agak marah, saya bangun ternyata anak buah terlapor ada di sebelah kiri saya langsung menyerang saya gitu. Dipukul kepala, kemarin memar di atas kepala saya lah," imbuhnya.
Situasi pembicaraan di aula itu memanas, sampai Arif memutuskan memanggil orang-orangnya. Akibatnya terjadi bentrokan di antara kedua belah pihak.
"Setelah itu kejadian tidak menentu lagi pada akhirnya mereka ada pasukan dan akhirnya saya undang teman-teman kita untuk ke Kadin akhirnya terjadi bentrokan," tandasnya.